Jakarta, Aktual.com — Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengusulkan kepada pemerintah untuk menjalankan sistem harga batubara jangan panjang yang tidak terkait dengan indeks harga batubara dunia.

Pasalnya, harga komoditas batubara saat ini jika mengikuti harga global yang rendah berefek pada menurunnya produksi batubara dalam negeri karen adanya penurunan margin profitabilitas secara drastis sejak tahun 2012.

Ketua Umum APBI, Pandu P Sjahrir menyatakan, dengan kondisi tersebut, demi tetap menjaga cadangan batubara untuk pasokan program kelistrikan nasional 35 GW, pemerintah perlu mempertimbangan untuk merumuskan kebijakan “cost-based pricing system” untuk batubara dalam negeri guna keperluan PLTU yang termasuk dalam program kelistrikan nasional 35 GW.

“Dengan demikian, Pemerintah memperoleh suatu jaminan kepastian untuk menghindari krisis pasokan batubara untuk PLTU sekaligus memproteksi kenaikan harga listrik jika terjadi kenaikan harga batubara,” kata Pandu di Menara Kuningan, Senin (7/3).

Selain itu, lanjut Pandu, kebijakan ini diharapkan juga akan menstimulus investasi dan eksplorasi, mendorong perencanaan tambang jangka panjang dan menstabilkan keekonomian cadangan batubara yang akhirnya bertujuan untuk menjamin ketersediaan batubara untuk PLTU.

“Menurut analisa kami, efek dari kebijakan tersebut Pemerintah akan membayar semacam ‘biaya asuransi’ (cost of insurance) sekitar 1 persen dari tarif dasar listrik yang sebesar kurang dari Rp1.400/kWh,” katanya.

Ia menuturkan, Pemerintah menargetkan Batubara dapat memenuhi sekitar 66 persen dari sumber energi primer pembangkit listrik nasional di tahun 2024.

“Dimana jumlah tersebut ekuivalen dengan 361 GWh produksi listrik Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batubara,” tuturnya.

Namun, disatu sisi menurut Pandu, sektor batubara sejak tahun 2012 menghadapi tantangan yang serius karena stagnasi dalam permintaan batubara, dan terjadinya kelebihan pasokan batubara yang disebabkan pelemahan perekonomian.

“Efeknya margin profitabilitas menurun, tentu diikuti pengurangan produksi,” katanya.

Pandu mengungkapkan, pada November 2015 lalu, APBI-Indonesia Coal Mining Association (ICBA) bersama Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) menyimpulkan adanya kekhawatiran mengenai ketersediaan pasokan batubara untuk menjamin program kelistrikan tersebut mengingat harga komoditas yang telah turun sejak tahun 2012.

“Dengan mengacu pada hasil survei kami, kemungkinan cadangan batubara nasional dengan mengacu harga komoditas saat ini tidak cukup untuk memasok 20 GW PLTU program kelistrikan nasionak 35 GW selama masa 25-30 tahun,” ungkapnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka