Presiden Joko Widodo menyerahkan draf RAPBN 2017 kepada Ketua DPR Ade Komarudin, saat sidang paripurna DPR dengan agenda mendengar pidato presiden dalam rangka penyampaian keterangan pemerintah dan penyerahan draf RUU tentang APBN 2017 dan nota keuangan pemerintah di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8). Dalam kesempatan tersebut Presiden Joko Widodo menyerahkan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2017 beserta Nota Keuangan kepada Pimpinan DPR. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah diminta untuk lebih kreatif dalam menyusun penganggaran di APBN 2017. Pasalnya, di saat penerimaan negara yang sedang berat, maka langkah pemerintah mestinya lebih banyak berhemat, sehingga bukan malah menambah utang baru.

Menurut ekonom dari INDEF, Ahmad Heri Firdaus, postur dalam RAPBN 2017 memang sangat sulit untuk terlalu banyak melakukan ekspansi. Pasalnya, anggaran yang ada itu sangat terbatas.

“Selama ini anggaran di APBN itu bisa disebut terbatas, tapi kewajiban lain seperti bayar utang tidak bisa dikurangi karena sudah jatuh tempo,” papar Heri di Jakarta, Minggu (21/8).

Untuk itu, sebagai konsekuensinya adalah, pemerintah mesti banyak berhemat, dengan mengurangi anggaran-anggaran yang tidak prioritas. Apalagi itu tidak berdampak terhadap laju pertumbuhan perekonomian nasional.

Dalam RAPABN 2017 yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada Nota Keuangan di depan DPR belum lama ini, pemerintah menargetkan pendapatan negara sebanyak Rp 1.737,6 triliun.

Dari jumlah tersebut, penerimaan perpajakan direncanakan senilai Rp 1.495,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 240,4 triliun. Dengan target defisit sebesar Rp332,8 triliun atau 2,41 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Sementara untuk belanja negara dalam dialokasikan sebesar Rp2.070,5 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.310,4 triliun, dan alokasi transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp760 triliun.

Heri menambahkan, langkah berhemat itu bisa menjadi pilihan, setidaknya untuk membangun pondasi fiskal yg sehat, realistis dan rasional ke depannya.

“Dari pada kalau anggarannya itu baik belanja dan penerimaan juatru ditarget lebih besar dari (APBNP) 2016, tapi kenyataannya sulit (dicapai), ity malah memperburuk kredibilitas fiskal kita,” tegas Heri.

Untuk itu, kondisi saat ini, sebut Heri, memang sebagai kondisi yang berat bagi fiskal pemerintah. “Namun ke depannya saya rasa harusnya akan lebih baik lagi,” ujar dia.

Apalagi memang di tahun depan, pemerintah sendiri menganggarkan sebanyak Rp210 triliun di RAPBN 2017 untuk membayar bunga utang. Dan angka ini sepertinya tidak bisa dinegosiasi ulang agar tidak menjadi beban APBN 2017.

Namun Heri tidak sependapat bunga utang itu dinegosiasi. “Saya sih tidak suka dinegosiasi. Mngkin bisa saja kalau mau dinegosiasi (tidak bayar bunga utang di 2017l. Akan tetapi nantinya, tenornya bisa lebih panjang dan bunganya makin besar,” ingat Heri.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh: