Anggota Komisi XI DPR RI H. Ecky Awal Mucharam

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi XI DPR RI H. Ecky Awal Mucharam meminta agar pemerintah lebih agresif memainkan politik anggaran untuk mengejar target penurunan angka kemiskinan. Hal ini dikatakan Ecky terkait RAPBN 2018.

Pasalnya, data BPS menunjukan penduduk miskin pada Maret 2017 mencapai 10,64 persen; menurun sedikit dari September 2016 sebesar 10,7 persen. Namun secara jumlah, penduduk miskin pada Maret 2017 justru naik menjadi 27,77 juta dibandingkan September 2016 sebesar 27,76 juta. Selama periode September 2016 hingga Maret 2017, terjadi kenaikan penduduk miskin sekitar 6.900 orang.

Politisi PKS ini menambahkan, realisasi angka kemiskinan masih jauh dari target pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Pada 2017, pemerintah menargetkan persentase penduduk miskin turun menjadi 7-8 persen; dan pada akhir 2019 menjadi 6-8 persen.

Menurutnya, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan menunjukkan peningkatan.

“Pada Maret 2017, Indeks Kedalaman Kemiskinan mencapai 1,83 naik dari 1,74 dari September 2016. Kondisi serupa juga terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan di mana di perkotaan naik menjadi 0,31 dari 0,29 dan di perdesaan naik menjadi 0,67 dari 0,59.” Ujar Ecky, Senin (30/10).

Melihat masih tingginya angka kemiskinan, Anggota DPR asal Jawa Barat ini menilai, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memaksimalkan peranan belanja sosial dan membuka akses-akses ekonomi untuk keluarga miskin secara lebih masif.

“Selain itu penting juga untuk menjaga daya beli, ini membutuhkan politik anggaran yang afirmatif kepada masyarakat kecil. Jangan sampai ambisi untuk mengejar pembangunan infrastruktur mengorbankan anggaran di pos-pos tersebut,” kata Ecky.

Diketahui, DPR menyetujui APBN 2018 dengan asumsi makro ekonomi pertumbuhan 5,4 persen, inflasi 3,5 persen, nilai Rp/dolar AS 13.400, bunga SPN tiga bulan 5,2 persen, harga minyak 48 dolar AS per barrel, dan produksi minyak 800 ribu barel per hari. Total pengeluaran adalah Rp 2.221 triliun, dengan defisit sebesar Rp 325,9 triliun atau 2,19 persen PDB.

Dengan defisit yang lebih rendah maka pembiayaan melalui Surat Utang Negara juga berkurang menjadi Rp 399 triliun, namun dengan SUN yang jatuh tempo sekitar Rp 280 triliun di 2018, maka penerbitan SUN secara bruto mencapai sekitar Rp 680 triliun.

Sementara, Pengeluaran untuk infrastrukur dinaikkan menjadi Rp 409 triliun. Pemerintah memberikan prioritas pada pembangunan infrastruktur, mengurangi kesenjangan, dan meningkatan kesejahteraan rakyat.

 

Pewarta : Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs