Dia menegaskan, dirinya bukannya menolak pemerintah berutang untuk membiayai pembangunan. Namun, sejarah membuktikan seringkali utang dipergunakan secara kurang efisien untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Dia menyebut, pada saar Rezim otoriter Suharto memerlukan utang USD 48,8 miliar untuk menjaga pertumbuhan ekonomi rata-rata positif 6% selama 32 tahun. Pemerintahan Habibie memerlukan USD 19,6 miliar untuk mengangkat perekonomian dari minus 9% ke minus 4,5%.
Pemerintahan Gus Dur mampu mengurangi utang USD 4,15 miliar untuk mengangkat perekonomian dari minus 4,5% ke positif 4%.
Kemudian, pemerintahan Megawati memerlukan utang USD 64,39 miliar untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di kisaran 4% selama 3 tahun. Dan pemerintahan SBY memerlukan USD 158,8 miliar untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di kisaran 4% hingga 6% selama 10 tahun.
“Dan terakhir, pemerintahan Jokowi memerlukan USD 32,1 miliar juga hanya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di kisaran kurang dari 5% selama kurang 3 tahun ini,” jelasnya.
Artinya, berdasarkan uraian barusan, jelas contoh yang terbaik terjadi pada era Presiden Gus Dur. Karena saat itu pertumbuhan ekonomi dapat terpacu, tetapi utang pemerintah malah berkurang.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby