Jakarta, Aktual.com — Langkah sejumlah perusahaan melakukan penawaran umu saham perdana atau initial public offering (IPO) untuk menambah modal dinilai oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani tidak efektif.
Menurutnya, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan IPO sangat tinggi. Justru yang lebih efektif dalam rangka mencari pendanaan itu bagi perusahan adalah lewat pinjaman perbankan.
Pernyataan Hariyadi ini seolah mengkritisi kebijakan Menteri BUMN, Rini Soemarno yang selama ini selalu mendorong perusahaan BUMN untuk melakukan IPO.
“Pengalaman kami di Apindo ini bahwa dibanding IPO, lebih murah pinjam ke bank. Mungkin kalau perusahaan itu berperingkat (utang) AAA bisa lebih mudah (IPO). Tapi kan, perusahaan seperti itu tidak banyak,” tandas Hariyadi, di Jakarta, Rabu (11/5).
Menurutnya, dengan adanya tren perlambatan ekonomi dunia dan domestik ini menjadi tantangan utama bagi perusahaan untuk memutuskan IPO. Apalagi perusahaan anggota Apindo, kata dia, lebih terbiasa memakai mekanisme pinjaman di bank.
Hariyadi menambahkan, sejauh ini anggota Apindo masih terbebani dengan kondisi makroekonomi domestik, terlebih laju pertumbuhan ekonomi di Kuartal I-2016 juga hanya sebesar 4,92 persen.
“Dengan kondisi perekonomian yang seperti itu, memaksa banyak perusahaan yang berencana untuk IPO masih melakukan aksi wait and see,” jelas dia.
Bahkan, ia menegaskan, jika motivasi perusahaan yang berencana IPO untuk mencari pendanaan, maka di tengah kondisi saat ini dianggap tidak menguntungkan.
“Soalnya, kondisi likuiditas sendiri sedang mengetat, sementara dana masyarakat yang ada terserap oleh bank,” tutur Hariyadi.
Dia berharap, agar mekanisme IPO ini semakin menarik, maka harus ada upaya konkret yang harus dibarengi dengan pelonggaran pembayaran pajak. “Misalnya perusahaan terbuka yang akan merger dan akuisisi, pajaknya didiskon,” imbuh dia.
Sebagaimana diketahui, hingga saat ini hanya ada tiga perusahaan yang mencatatkan sahamnya atau sebesar 10 persen dari total target BEI di 2016. Kondisi ini dianggap sangat jauh dari target BEI sebanyak 30 emiten.
Artikel ini ditulis oleh: