Jakarta, Aktual.com – Kelompok pengemudi ojek online (online) menuding perusahaan penyedia aplikasi (aplikator) banyak menerapkan sistem tarif predator yang merugikan pengemudi.
“Kami melihat tarif terlalu rendah dan promo terlalu banyak dari aplikator. Ini kan tindakan predatory pricing dan bisa mematikan angkutan alternatif lain,” kata Presidium Gerakan Aksi Roda Dua (GARDA) Igun Wicaksana kepada pers di Jakarta, Kamis (8/11).
Igun mencontohkan, salah satu promo yang paling fantastis adalah penerapan ongkos Rp1 yang dilakukan oleh Grab. Oleh karena itu, dia menilai penerapan harga terlalu rendah dari salah satu aplikator, dalam hal ini Grab, membuat iklim bisnis menjadi tidak sehat.
Pengenaan ongkos terlalu murah, menurut dia untuk konsumen akan memicu perang tarif, yang akhirnya lebih banyak merugikan mitra pengemudi.
“Perang tarif bisa membuat tarif terus menukik lebih tajam. Akhirnya yang dikorbankan adalah pengemudi, karena dipaksa kerja lebih ekstra,” ujar Igun.
Selama ini, Igun melanjutkan, mitra pengemudi Grab, Bike terpaksa harus menempuh kilometer lebih jauh dan jam kerja lebih lama untuk mendapatkan penghasilan harian yang memadai. Akibatnya, berdampak pada penurunan kualitas pelayanan, keselamatan dan keamanan para mitra pengemudi.
“Faktor ini mengakibatkan tingginya kemungkinan kecelakaan karena kelelahan dan akhirnya juga berdampak pada pengguna,” kata dia.
Merasa dieksploitasi Sementara itu, pengamat transportasi dari Information Communication Technology (ICT) Institute, Heri Sutadi, sependapat dengan pernyataan Igun.
Menurut Heri Sutadi, mitra pengemudi akan merasa dieksploitasi dengan penerapan harga yang terlampau murah.
“Pengemudi kan juga manusia. Jadi, aspek-aspek ekonomi dan pendapatan perlu perhatian serius. Sebab ada pihak yang merasa mendapatkan perlakuan tidak adil secara bisnis, yakni para pengemudi,” kata Heri.
Heri juga melihat adanya hubungan tak saling menguntungkan antara aplikator yang menerapkan promo fantastis dengan mitra pengemudinya.
Salah satu contohnya adalah ketika aplikator mendapat pendanaan besar, tapi ini tidak menetes ke pengemudinya.
“Malah aplikatornya sibuk memberikan promo untuk konsumen, padahal tulang punggung mereka ini kan pengemudinya,” ujar dia.
Para mitra pengemudi Grab sempat melakukan demonstrasi di depan kantor Grab Indonesia, di Jalan Kuningan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dalam demo yang sempat ricuh itu, massa aksi menuntut soal skema penarifan, transparansi perjanjian kemitraan, serta aturan suspensi pengemudi kepada perusahaan penyedia layanan transportasi online berbasis aplikasi asal Malaysia tersebut.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebelumnya memuji ancaman pemerintah yang akan membekukan izin operator jasa angkutan daring berbasis aplikasi jika tak mampu menjamin keamanan dan keselamatan penggunanya.
“Dari perspektif YLKI, perlindungan, keselamatan, dan kenyamanan konsumen transportasi online itu bukan hanya tanggung jawab mitra driver tapi juga perusahaan aplikator,” ungkap Sekretaris YLKI, Agus Suyanto.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan