Jakarta, Aktual.com-Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykuruddin Hafidz mengapresiasi sikap Mendagri Tjahjo Kumolo dan Menkumham Yasonna Laoly yang enggan masuk menjadi anggota Tim Panitia Seleksi (pansel) Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Dalam menjaga independensi dan pengaruh politik dari proses seleksi, pernyataan tersebut pantas diapresiasi setinggi tingginya,” terang Hafidz kepada Aktual.com, Rabu (10/8).
Sikap yang diambil Tjahjo dan Yasonna menjadi pertanda netralitas pemerintah dalam proses seleksi KPU dan Bawaslu ke depan. Sikap keduanya juga menjadi sebagian bukti dari janji pemerintah untuk tidak mengintervensi dengan tidak bergabung dalam komposisi tim seleksi.
Meski begitu, Hafidz menekankan bahwa kecurigaan pubik terhadap pemerintah bermain secara politis tidak cukup hal tersebut. Melainkan juga turut bertanggungjawab penuh terhadap seluruh tahapan proses seleksi dan memastikan hasil seleksi.
Mereka yang terpilih menjadi Komisioner KPU dan Bawaslu, yakni orang-orang yang benar-benar mandiri, profesional dan berkualitas.
“Untuk menjamin terwujudnya KPU dan Bawaslu yang berkualitas tidak cukup hanya menyatakan bebas dari kepentingan politis, tetapi juga menjamin intervensi politis dari pihak manapun itu tidak terjadi,” jelas Hafidz.
JPPR memberikan dua catatan terkait komposisi Timsel, pertama diharapkan Timsel mencerminkan keragaman dan latar belakang calon. Semakin beragam latar belakang Timsel akan memperkaya cara pandang untuk menghasilkan komposisi komisioner KPU dan Bawaslu yang berkualitas.
Kedua, membuka masukan masyarakat seluas-luasnya dalam proses seleksi untuk menjamin terwujudnya komisioner yang kompeten.
Berdasarkan pengalaman, lanjut Hafidz, rekruitmen KPU Bawaslu membuka partisipasi masyarakat melalui tracking terhadap para calon. Informasi yang didapatkan untuk memberikan penilaian sangat menentukan faktor keterpilihan.
Untuk itu, sejak awal kepastian akan keterbukaan terhadap masukan masyarakat untuk menelusuri jejak para calon ini perlu dibuat secara sistemik. Apalagi menjadi komisioner tidak cukup hanya dengan pengetahuan tinggi dan konsep yang mumpuni, tetapi juga pengalaman dalam kepemiluan.
Selain itu juga pengalaman dalam manajemen konflik dan menghadapi tekanan, kemampuan komunikasi publik, pengalaman yang menunjukkan punya integritas dalam kehidupan sehari hari dan jangkauan berjejaring dengan banyak kalangan.
Artikel ini ditulis oleh: