Kupang, Aktual.co — Aktivis anti korupsi di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Antikorupsi Nusa Tenggara Timur (Arak NTT) menyerukan pencegahan terhadap upaya kriminalisasi terhadap KPK. Arak NTT yang dikoordinir Bedi Roma dan Mariones Langasa pembebasan juga meminta pembebasan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto yang ditangkap dan ditahan oleh Mabes Polri, Jumat (24/1) kemarin.
“Tangkap mafia dan pelaku korupsi di Indonesia, segera bangun KPK sampai ke daerah serta reformasi total institusi Polri,” ujar Bedi Roman yang diamini Mariones Langasa, di Kupang, Sabtu (24/1) petang.
Arak NTT menilai, penangkapan Bambang merupakan upaya untuk melemahkan kinerja KPK dalam memberantas korupsi. Menurut Arak, negara tidak lagi melindungi bangsanya sendiri, akibat para pengelola yakni pemerintah cendrung bermain di atas situasi bangsa yang lagi mengalami ‘defisit’ kesejahteraan.
“Korupsi adalah musuh kita bersama. Korupsi melahirkan kemiskinan dan keterbelakangan. Korupsi harus dilawan, bukan korupsi harus dirawat dan koruptor dilindungi,” ujar mereka.
Mereka juga menilai, Pemerintahan Joko Widodo tengah mempertontonkan sikap melindungi koruptor dengan menetapkan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri, yang sudah masuk daftar KPK dalam kasus kepemilikan rekening gendut pada tahun 2010 silam. Lalu bertepatan dengan proses pencalonan Kapolri, KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka.
“Tentu sebagai rakyat, kami memliki rasa kebanggaan yang sangat besar atas kerja keras KPK untuk memberantas korupsi. Namun apalah jadinya di balik upaya pemberantasan korupsi, justru pimpinan KPK dikriminalisasi dan dipolitisasi untuk memperlemah kinerja KPK dalam upaya pemberantasan korupsi. Sungguh sangat disesali ketika Bambang yang adalah salah satu pimpinan KPK ditetapkan sebagai tersangka oleh Mabes Polri. Ada apa dibalik kepedulian keadilan yang kaget-kaget,” urai Bedi Roman.
Mariones Langasa menambahkan, perilaku para pemburu kekuasan ini bukan baru terjadi, tetapi sudah berlangsung lama, namun terkesan belum berakhir. Para penguasa dan elit politisi dinilai hanya menjadikan agenda pemberantasan korupsi sebatas slogan politik tanpa isi.
“Bukankah pemerintahan Jokowi yang gadang-gadang sebagai pemerintah yang bersih, pemerintah yang mau menghadirkan Indonesia hebat, dimanakah substansi revolusi mental yang di-booming-kan selama ini?,” kata mereka
Mereka menambahkan, sungguh sangat naïf dan tidak bermoral ketika koruptor masih mau dipilih menjadi pemimpin institusi peradilan yang tentu akan menjadi corong hukum di negeri ini,” kata mereka.
Artikel ini ditulis oleh:

















