Masalah tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia di luar negeri, khusunya di negara Arab, masih jadi persoalan bagi para diplomat RI yang bertugas di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Nah, dalam kaitan itulah, ada peran dari Aram Rasyid Abdullah, yang praktis menjadi “pelindung” bagi TKW Indonesia yang berada di Irak.

Aram adalah Staf Lokal KBRI Baghdad yang tinggal di Erbil, Kurdistan, Irak utara. Warga Kurdi kelahiran 1972 ini fasih berbahasa Indonesia karena pernah lama tinggal dan bekerja di Indonesia. Ia sudah aktif membantu penyelesaian tugas-tugas KBRI Baghdad sejak 2012, walau baru diangkat resmi menjadi Staf Lokal pada Desember 2014. Tugas Aram beragam, tetapi khususnya menangani kasus-kasus tenaga kerja Indonesia di daerah Erbil, Kurdistan, kampung halaman Aram.

Tahun 2012 menjadi awal mula Aram bekerja untuk KBRI, ketika ia bertemu dengan Irawan Hadi Wardhaya, personel KBRI Baghdad. Irawan meminta bantuan Aram untuk menangani kasus seorang TKW Indonesia, yang diadili dan dihukum satu tahun penjara di Erbil. Sejak itulah Aram terus mendapat tugas dari KBRI. Setiap ada TKW bermasalah, Aram-lah yang mengurus, dan ini terus berlangsung sampai 2015.

“Alhamdulillah, saya dikasih banyak tugas dan sebagian besar sudah saya selesaikan. Mayoritas urusannya berkaitan dengan TKW di sini. TKW yang bermasalah, sakit, meninggal, lari dari rumah majikan, bekerja ilegal beberapa lama di majikan lain, dan yang lalu ditangkap polisi. Itu kasus yang paling susah saya urus,” kata Aram.

“Suka duka bekerja di Erbil kalau menyangkut soal TKW itu banyak sekali. Hampir setiap hari saya dapat ancaman dari orang sini, di kantor-kantor. Sampai kemarin ada TKW kabur dari majikan dan dibawa ke kantor polisi. Saya disuruh Pak Dubes untuk menjemput TKW, jangan sampai dibalikin ke kantor. Sampai saya dipanggil ke Kementerian Dalam Negeri, karena dituduh bekerja sama dengan agen tenaga kerja,” tutur Aram.

“Memang selama ini saya mengurus TKW di pihak KBRI, dan tidak pernah membela agen. Pemerintah sini juga tahu. Jika TKW itu memang salah, pihak KBRI tak mungkin bela mati-matian, walau pasti tetap kita bantu. Pemerintah sini umumnya mau bantu KBRI. Tapi yang namanya agen tenaga kerja pasti juga punya kenalan di kalangan pegawai-pegawai negeri di sini,” kata Aram.

Aram menuturkan, dia pernah dua kali dipanggil ke Kementerian Dalam Negeri, dan diancam. Sampai ada pengancam yang menelepon Aram, dan bilang: “Saya tahu kamu pakai mobil apa, plat mobil kamu nomornya ini-ini. Hati-hati kamu kalau di jalan.” Ancaman itu muncul manakala Aram, yang mewakili kepentingan KBRI Baghdad, tidak mau melepas kasus perusahaan tenaga kerja tertentu, atau ada pihak tertentu yang ingin agar KBRI Baghdad membuat surat-surat bahwa pihak tersebut tidak bermasalah.

Kalau ditelepon di tengah malam oleh KBRI untuk urusan TKW, itu juga sering dialami Aram. “Baru saja pulang dari luar dan mau tidur, ada telepon. Banyak juga telepon dari TKW, yang menelepon dengan diam-diam, karena oleh majikannya dilarang pegang handphone. Mereka sehabis pekerjaan jam 1.00 malam, mau istirahat, majikannya sudah tidur, barulah dia menelepon,” sambung Aram.

“Ada TKW yang minta tolong, dari mulai soal gaji yang tak lancar, sampai bilang majikannya cerewet, majikannya jahat. Ada yang bilang, pacarnya direbut oleh temannya. Macam-macamlah pokoknya. Kadang ada TKW yang tengah malam keliling-keliling Erbil dan tak dapat tempat singgah. Dia sampai menelepon saya. Saya tanya, kamu di mana? Dia bilang tak tahu sedang di mana.

Ada sopir taksi di sana, dan saya minta TKW itu kasih handphonenya ke si sopir, biar bisa saya tanya,” ungkap Aram.
“Saya jemput dia, meski jauh lokasinya, yakni 15 menit naik mobil atau 7 kilometer, jauh ke luar dari Erbil. Jam 1.00 malam, saya jemput dia dan bawa ke rumah. Kadang-kadang saya dapat masalah juga dari ini, tapi alhamdulillah masih bisa saya atasi,” kata Aram.

“Karena kalau di pemerintah Erbil sini, mereka bilang, rumah saya itu bukan wisma, bukan kedutaan. Kenapa rumah pribadi dijadikan tempat penampungan TKW? TKW yang kabur dari majikan, kamu bawa, kata mereka. Saya sudah dapat peringatan beberapa kali dari pemerintah Erbil, tapi alhamdulillah saya masih punya kenalan banyak. Karena bapak saya dulu bekas pejabat pemerintahan juga, jadi banyak kenalan,” jelas Aram.

Pernah ada kasus TKW yang dipenjara di kantor polisi. Aram menjemput dan membawanya pulang ke rumah. “Agen TKW itu sudah mati-matian mau ambil lagi TKW-nya. Sampai di Kementerian Dalam Negeri dan Imigrasi, saya dipanggil dan disuruh menyerahkan TKW-nya. Saya bilang: Kalau terhadap pemerintahan Kurdi, saya tak mau melanggar hukum. Pemerintah Kurdi adalah juga pemerintah saya, tetapi saya juga bekerja untuk KBRI. Jadi kalau saya belum dapat perintah dari Pak Dubes, saya nggak bakal menyerahkan itu TKW. TKW itu amanat di tangan saya,” ucap Aram.

Pada usia remaja, Aram terpaksa mengungsi dari Erbil ke wilayah Iran tahun 1988 karena serangan brutal pasukan Irak pada populasi Kurdi, termasuk dengan menggunakan gas kimia di Halabja. Puluhan ribu warga sipil Kurdi terbunuh saat itu. Dua tahun Aram bekerja di kota Bandar Abbas, Iran, dengan seorang teman Iran yang punya bisnis besar di kota itu. Aram lalu diajak pindah bekerja ke kantor cabang di Jakarta. Satu setengah tahun kemudian, perusahaan itu bangkrut dan kantornya di Jakarta ditutup.

Si teman balik ke Teheran, tapi Aram tetap di Jakarta karena sudah punya ikatan dengan banyak teman di sana. Aram lalu bekerja dengan teman lain yang bisnisnya lebih kecil, tetapi mencukupi. Pada 1996, Aram berkenalan dengan Rina Lumanto, gadis keturunan Tionghoa-Betawi dan karyawan Lippo Bank di Jalan Gatot Subroto. Tujuh bulan pacaran, mereka pun menikah pada 1997.

Pasangan ini sempat pindah ke Bandung, sebelum Aram pada tahun 2000 memutuskan kembali ke Erbil. Aram dan Lina sempat pindah ke Teheran, Iran, karena keluarga Aram masih ada yang tinggal di sana. Lalu pasangan dengan tiga anak ini –Sabrina (16), Mustafa (7), dan Adam (3)– balik lagi ke Erbil pada 2002, dan terus tinggal di sana sampai sekarang. Dalam menjalankan tugas KBRI inilah, Aram mendapat dukungan penuh dari sang istri, Rina, yang harus berinteraksi langsung dengan TKW yang diinapkan oleh Aram di rumahnya.

Atas dedikasi dan pengertian Rina pada tugas suaminya inilah, Dubes Safzen Noerdin –pada peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-70 di Erbil, November 2015—memberi penghargaan khusus pada Rina. Baik Aram maupun Rina adalah pasangan yang saling penuh pengertian. Rina tidak cemburuan atau curiga, meski Aram harus menjemput TKW –perempuan lain yang belum dikenal—di tengah malam di lokasi yang jauh. ***

Artikel ini ditulis oleh: