Baghdad, Aktual– Tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia yang masuk dan bekerja di wilayah Erbil, Irak utara, tak jarang terkena berbagai kasus dan masalah yang menjerat mereka. Untunglah, ada Aram Rasyid Abdullah, warga Kurdi yang menjadi ujung tombak KBRI Baghdad dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan TKW Indonesia.

Demikian dilaporkan wartawan Aktual.com, Satrio Arismunandar dari Baghdad, Irak, hari Kamis (12/11). Wartawan Aktual.com sudah berada di Irak sejak 1 November 2015, dan telah mengunjungi wilayah Erbil, Kurdistan. Sekitar 1.000 warga Indonesia diperkirakan bekerja di sana dan mayoritas mereka adalah TKW.

Tahun 2012 menjadi awal Aram bekerja untuk KBRI. Waktu itu Aram diminta membantu menangani kasus seorang TKW Indonesia, yang diadili dan dihukum satu tahun penjara di Erbil. Sejak itulah Aram terus mendapat tugas dari KBRI. Setiap ada TKW bermasalah, Aram-lah yang mengurus, dan ini terus berlangsung sampai 2015.

“Alhamdulillah, saya dikasih banyak tugas dan sebagian besar sudah saya selesaikan. Mayoritas urusannya berkaitan dengan TKW di sini. TKW yang bermasalah, sakit, meninggal, lari dari rumah majikan, bekerja ilegal beberapa lama, dan yang ditangkap polisi. Itu kasus yang paling susah saya urus,” kata Aram, yang selama beberapa tahun pernah bekerja di Jakarta, sehingga fasih berbahasa Indonesia.

“Suka duka bekerja di Erbil kalau menyangkut soal TKW itu banyak sekali. Hampir setiap hari saya dapat ancaman dari orang sini, di kantor-kantor,” tutur Aram, yang resmi diangkat menjadi Staf Lokal KBRI Baghdad pada Desember 2014. Aram menuturkan, dia pernah dua kali dipanggil ke Kementerian Dalam Negeri, dan diancam.

Sampai ada pengancam yang menelepon Aram, dan bilang: “Saya tahu kamu pakai mobil apa, plat mobil kamu nomornya ini-ini. Hati-hati kamu kalau di jalan.” Ancaman itu muncul manakala Aram, yang mewakili kepentingan KBRI Baghdad, tidak mau melepas kasus perusahaan tenaga kerja tertentu, atau ada pihak yang ingin agar KBRI Baghdad membuat surat-surat bahwa pihaknya tidak bermasalah.

Kalau ditelepon di tengah malam oleh KBRI untuk urusan TKW, itu juga sering dialami Aram. “Baru saja pulang dari luar dan mau tidur, ada telepon. Banyak juga telepon dari TKW, yang menelepon dengan diam-diam, karena oleh majikannya dilarang pegang handphone. Mereka sehabis pekerjaan jam 1.00 malam, mau istirahat, majikannya sudah tidur, barulah dia menelepon,” sambung Aram.

“Ada TKW yang minta tolong, dari mulai soal gaji yang tak lancar, sampai bilang majikannya cerewet, majikannya jahat. Ada yang bilang, pacarnya direbut oleh temannya. Macam-macamlah pokoknya. Kadang ada TKW yang tengah malam keliling-keliling Erbil dan tak dapat tempat singgah. Dia sampai menelepon saya. Saya tanya, kamu di mana? Dia bilang tak tahu sedang di mana. Ada sopir taksi di sana, dan saya minta TKW itu kasih handphonenya ke si sopir, biar bisa saya tanya,” ungkap Aram.

“Saya jemput dia, meski jauh lokasinya, yakni 15 menit naik mobil atau 7 kilometer, jauh ke luar dari Erbil. Jam 1.00 malam, saya jemput dia dan bawa ke rumah. Kadang-kadang saya dapat masalah juga dari ini, tapi alhamdulillah masih bisa saya atasi,” kata Aram.

“Karena kalau di pemerintah Erbil sini, mereka bilang, rumah saya itu bukan wisma, bukan kedutaan. Kenapa rumah pribadi dijadikan tempat penampungan TKW? TKW yang kabur dari majikan, kamu bawa, kata mereka Saya sudah dapat peringatan beberapa kali dari pemerintah Erbil, tapi alhamdulillah saya masih punya kenalan banyak. Karena bapak saya dulu bekas pejabat pemerintahan juga, jadi banyak kenalan,” jelas Aram.

Pada 1996, ketika masih bekerja di Jakarta, Aram berkenalan dengan Rina Lumanto, gadis keturunan Tionghoa-Betawi dan karyawan Lippo Bank di Jalan Gatot Subroto. Mereka menikah pada 1997 dan dikaruniai tiga anak: Sabrina (16), Mustafa (7), dan Adam (3). Pasangan ini sempat pindah ke Bandung, sebelum Aram pada tahun 2000 memutuskan kembali ke Erbil. Aram dan Lina sempat pindah ke Teheran, Iran, sebelum balik lagi ke Erbil pada 2002. ***

Artikel ini ditulis oleh: