Arcandra Tahar

Jakarta, Aktual.com – Pengamat Energi, Kholid Syeirazi minta pemerintah mengkaji ulang rencana perubahan sistem kontrak migas, dari Producer Sharing Contract (PSC) Cost Recovery menjadi PSC Gross Split. Perubahan itu dinilai membawa liberalisasi sistem pengelolaan kekayaan alam negara dan melepas peran kontrol negara atas kontraktor.

“Saya kira harus dikaji ulang. Kalau skema PSC Gross, berati dia lepas kontrol pengawasan oleh negara. Tidak ada pengawas atas biaya yang wajar. Ini mirip konsesi. Ini lebih libral,” kata Kholid Syeirazi kepada Aktual.com, Kamis (15/12).

Kemudian, kecendrungan mematok secara tetap sitem bagi hasil, bertolak belakang dengan kontrak yang ada di dunia pada umumnya. Dimana sistem kontrak harus memperhatikan fleksibilitas, dinamis dan progresif.

“Ini malah dikunci mati, padahal dalam prakteknya, kalau minyak sedang rendah maka bagian negara dirasa terlalu tinggi. Sedangkan saat minyak tinggi, penerimaan negara menjadi tetap. Itu namanya tidak progresif, tidak dinamis dan fleksibel,” tandasnya.

Sementara Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar kembali membantah mengenai keraguan banyak pihak pada persoalan kontrol negara dari perubahan skema kontrak migas.

Menurut Arcandra, perubahan itu tidak sama sekali mengurangi kontrol negara. Pemerintah memiliki posisi yang kuat dalam mengendalikan kekayaan migas negara.

“Kewenangan negara tidak berkurang, negara masih punya kontrol dalam hal pengajuan POD mereka, work and plan. Kecuali budged. Karena costnya kontraktor,” ujar Arcandra.

Dia merencanakan Peraturan Menteri (Permen) ESDM sebagai payung hukum perubahan tersebut akan diterbitkan pada Januari bulan depan, dan dia juga mengatakan akan segera melakukan pembicara dengan DPR mengenai hal ini.

(Laporan: Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka