Jakarta, Aktual.com — Menteri BUMN Rini Soemarno dianggap minim inovasi untuk menggenjot kinerja BUMN lebih baik. Tapi yang ada beberapa BUMN malah disusupi orang tidak kompeten, sehingga kinerja BUMN makin kedodoran.
“Saat ini kinerja BUMN masih berat. Kita dukung mereka sebagai agent development sekaligus dapat untung besar, mestinya di jajaran komisaris bukan orang-orang politis, yang hanya berasal dari relawan,” tutur anggota Komisi VI DPR, Aria Bima, di diskusi BUMN yang diselenggarakan Para Syndicate, di Jakarta, Jumat (20/5).
Dirinya tidak melihat kebijakan menteri BUMN dapat mendorong kinerja BUMN dengan inovasinya. “Tapi warna BUMN hanya bagi-bagi jatah. Ada Dirjen atau Sekjen kementerian di situ. Bahkan relawan dan politisi ada. Itu justru di luar dari semangat Nawacita,” jelas dia.
Yang parahnya lagi, kata dia, karena dikelola bukan oleh orang yang kompeten maka anak perusahaan BUMN, banyak yang berkinerja di luar kontrol induknya.
“Sehingga ujung-ujungnya, anak usaha dari BUMN itu malah main sendiri, dan akhirnya asetnya dijual,” kata dia.
Bahkan dalam ranah holding, ketika para petinggi BUMN itu bukan orang yang kompeten, maka arah dan road map nya tidak jelas.
Aria mencontohkan untuk holding BUMN pelabuhan atau Pelindo. Yang ada malah investor dari Singapura investasi di pelabuhan Tanjung Priok lewat Pelindo II. Pada akhirnya malah saling bersaing antar BUMN pelabuhan.
“Yang ada (pelabuhan) Priuk sama Surabaya bersaing. Yang untung ya investor Singapura. Ini bagaimana, kalau mau holding yang jelas,” kecam dia.
Pelaku auditor BUMN, Sahat Pardede juga mengkritisi kebijakan penempatan orang untuk duduk di direksi atau komisaris oleh Menteri BUMN Rini Soemarno.
“Saat ini tidak transparan sama sekali. Mestinya 21 hari sebelum pergantian sudah disebutkan penggantinya. Sehingga publik tahu. Tapi sekarang tahu-tahu penggantinya orang politik yang tidak kompeten,” jelas Sahat.
Padahal, kata dia, mengelola BUMN itu sangat berat. Satu sisi dia harus memahami unsur bisnis agar kinerja BUMN lebih baik, tapi sisi lain harus mengerti bahwa keuangan BUMN adalah bagian dari keuangan negara yang dipisahkan.
“Makanya, pebisnis dari swasta saja kalau mengelola BUMN akan kesusahan karena tidak soal keuangan negara, apalagi ini orang politik atau partai,” tegas Sahat.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan