Jakarta, Aktual.com — Arkeolog Wuri Handoko dari Balai Arkeologi Ambon mengatakan lapisan budaya di pemukiman kuno Uifana, Pulau Ujir, Kabupaten Kepulauan Aru, sangat tipis karena tak banyak yang bisa ditemukan saat proses ekskavasi pada pertengahan Mei 2015.
“Ekskavasi itu belum tuntas, kami mencoba memperdalam kajian saja, penggaliannya paling dalam baru 80 cm, tapi sepertinya lapisan budayanya tipis karena di bawah 80 cm sudah pasir,” katanya di Ambon, Minggu.
Ia mengatakan tak banyak yang bisa ditemukan saat timnya melakukan penggalian di pemukiman masyarakat Muslim pertama di Kepulauan Aru itu, selain beragam jenis kerang pada lapisan pertama tanah sedalaman 20 hingga 30 cm, dan fragmen gerabah tradisional atas sempe dalam bahasa setempat, di kedalaman 80 cm.
Ini berbeda dengan temuan di atas permukaan tanah, selain pecahan keramik-keramik Tiongkok kuno yang telah diidentifikasi paling tua berasal dari zaman Dinasti Ming, masih bisa ditemukan sisa-sisa pemukiman yang dikelilingi sungai buatan yang disebut wabil, diduga itu menjadi konsep pertahanan masyarakat Uifana pada masa itu.
Di dalam komplek pemukiman tersebut juga terdapat bekas perbentengan tradisional setinggi dua meter, sumur-sumur tua yang terbuat dari pahatan batuan koral dan andes, dan bekas benteng Eropa yang masih belum diketahui nama dan pendirinya.
“Asumsinya sebelum ada perdagangan keramik di situ sudah ada aktivitas hunian dan masyarakat, penggunaan sempe lebih duluan dari pada keramik,” katanya.
Dengan sedikitnya temuan hasil ekskavasi, Wuri mengatakan identifikasi usia awal keberadaan situs Uifana, sejarah, pola perkembangan masyarkatnya, termasuk peradaban Islam di sana masih sulit untuk ditelusuri.
“Harus diperdalam lagi, kemungkinan kami masih akan memperluas wilayah ekskavasi tapi belum tahu kapan,” kata ahli kepurbakalaan Islam itu.
Situs Uifana pertama kali ditemukan oleh Balai Arkeologi Ambon pada 11 Maret 2014 dalam survei selama 12 hari di Kepulauan Aru.
Berada di tengah hutan di Pulau Ujir, Kecamatan Pulau Pulau Aru, perkampungan tersebut ditinggalkan oleh penduduknya karena porak-poranda dihantam tentara kolonial Jepang.
Artikel ini ditulis oleh: