Achmad Nieman, Arsitek seribu masjid Kompas/Mohammad Hilmi Faiq (MHF) 16-05-2014

Jakarta, Aktual.com — Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Tokoh dari dunia Islam di Indonesia, Ir. H Achmad Noeman, wafat pada Senin (04/04) kemarin, pukul 15.45 WIB di Rumah Sakit Borromeus Bandung, dalam usia 91 tahun. Jenazahnya akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung, hari ini, Selasa (05/04).

Untuk diketahui, Alm H Noeman merancang dan mengarsiteki beberapa Masjid besar di Tanah Air hingga mancanegara. Ia merupakan tokoh awal, pencetus, perancang, dan arsitek Masjid Salman ITB.

Bicara tentang Masjid Salman ITB, tak akan lepas dari sang perancang, Achmad Noeman. Lulusan Arsitektur ITB tahun 1958 ini, merupakan salah satu orang yang menggagas berdirinya Masjid kampus pertama di Indonesia.

Masjid Salman ITB sendiri merupakan karya pertamanya di bidang arsitektur Masjid. Achmad Noeman dilahirkan di Garut, 10 Oktober 1925. Ayahnya adalah pendiri Muhammadiyah Garut, Muhammad Jamhari. Sebagai Ulama, Jamhari kerap dituntut untuk membangun sarana pendidikan dan Masjid. Dalam hal ini, Jamhari selalu merancang semuanya sendiri, dan Noeman kecil selalu mendampingi sang ayah. Dari sinilah ketertarikan Noeman terhadap arsitektur mulai tumbuh.

Pendidikan Sekolah Dasar Noeman diselesaikannya di Hollandsch Inlandsche School (HIS) Budi Priyayi Ciledug, Garut. Selanjutnya, dilanjutkan ke jenjang SMP di Meer Uitgebreid Lager Onderweijs (MULO) di kota yang sama. Namun, karena kemerdekaan Indonesia yang mengakibatkan sekolahnya ditutup, akhirnya Noe’man melanjutkan ke MULO Yogyakarta. Dari sini, pendidikannya diteruskan ke SMA Muhammadiyah di kota yang sama.

Ketika duduk di bangku SMA, sang ayah sakit dan meninggal. Ayahnya tidak mengizinkan Noeman diberitahu perihal sakitnya, khawatir sang anak tidak menyelesaikan sekolahnya.

Kemudian, wasiat ini disampaikan oleh ibunya ketika Noeman pulang ke Garut usai lulus SMA. Saat itu, Noeman merasa kecewa dan sedih kehilangan ayah tercintanya. Meskipun begitu, Noeman tidak mau larut dalam kesedihan dan berusaha bangkit guna menunaikan amanah mendiang ayahnya.

Untuk meraih cita-citanya menjadi aristek, Noeman melanjutkan kuliah ke Universitas Indonesia di Bandung pada 1948. Cikal bakal kampus Institut Teknologi Bandung ini, kala itu belum menyediakan jurusan arsitektur sehingga Noeman mengambil Fakultas Teknik Sipil.

Karena adanya penyerahan kekuasaan dari Belanda kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) setahun kemudian, membuat Noeman harus mengikuti wajib militer yang ditetapkan pemerintah Indonesia kala itu. Dia tergabung dalam Corps Polisi Militer (CPM) dan mendapatkan pangkat Letnan Dua.

Ketika Noeman mendengar telah dibuka jurusan Arsitektur di kampusnya pada 1952, dia langsung mengundurkan diri dan melanjutkan studinya. Pada 1958, Noeman berhasil meraih gelar Insinyur. Awalnya dia hendak dikirim untuk mengikuti program master di Kentucky, Amerika Serikat. Namun dia lebih memilih menjadi Dosen di ITB dan membuka biro arsitektur yang diberi nama Birano yang merupakan singkatan dari Biro Arsitektur Achmad Noeman.

Menyadari tidak adanya sarana untuk salat di kampusnya, Noeman bersama kakaknya yang juga pengajar di ITB, Ahmad Sadali, mulai memimpikan berdirinya sebuah Masjid kampus di ITB.

Hingga pada 1964, bersama Prof. TM Soelaiman, sang ketua tim delegasi Jajasan Pembina Masdjid (JPM) ITB, Noeman berhasil bertemu dengan Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia kala itu. Noeman memperlihatkan rancangan Masjid kampus ITB yang dinilai oleh Soekarno cukup futuristik ketika itu.

Akhirnya, setelah perbincangan yang cukup alot, Soekarno merestui pendirian Masjid kampus ITB dan menamainya Masjid Salman ITB. Nama Salman sendiri, Soekarno sendiri akui terilhami nama seorang sahabat Rasulullah dari Persia, Salman Al-Farisi, perancang parit ketika Perang Khandaq.

Masjid Salman ITB sendiri merupakan karya arsitektur pertama Noeman. Tidak seperti Masjid pada umumnya yang memiliki kubah, Masjid Salman ITB justru beratap rata. Di dalam ruangan utama Masjid pun, tidak terdapat satu tiang pun. Hal ini untuk menghindari terpotongnya shaf salat berjamaah.

Dalam membangun Masjid, Noeman berpegang pada dua ayat dalam Alquran. Pertama adalah surat Al Baqarah ayat 170 yang artinya:

“Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”

Menurut Noeman, ayat ini mengharuskan setiap Muslim untuk aktif ber-ijtihad menggunakan ilmu dan mendahulukan aturan dari Allah SWT dibandingkan dengan tradisi yang ada. Sedangkan pegangan kedua yaitu, surat Al Isra ayat 27 yang

Artinya, “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”

Dalam hal ini, Haji Noeman menghindari pemborosan dan terlalu mewah ketika membangun Masjid. Selepas merancang Masjid Salman ITB, Noeman mulai aktif menjadi arsitek berbagai Masjid di Indonesia lainnya, bahkan di dunia. Sejak saat itu, karya rancangan arsitektur masjid khas Noeman tersebar di berbagai daerah seperti Aceh, Bontang, dan Ujung Pandang.

Tercatat Masjid Agung Pati, Masjid Taman Ismail Marzuki Jakarta, Masjid Al-Ghifari IPB Bogor, Masjid PT Pupuk Kujang, Masjid Al-Furqan UPI Bandung, dan Masjid Komplek Perumahan Pramuka Cibubur Jakarta merupakan beberapa buah karya Noeman.

Karya Noeman lainnya adalah Masjid At-Tin yang dibangun untuk mengenang Tien Soeharto dan Masjid Al-Markaz Al-Islamy di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan.

Di luar negeri, Noeman tercatat juga sebagai perancang mimbar Masjidil Aqsha di Palestina pada 1993 hingga 1994. Dia juga perancang Masjid Syekh Yusuf di Cape Town, Afrika Selatan. Karya lainnya adalah Masjid Muhammad Suharto di Sarajevo Bosnia. Sebuah karya monumental dari bangsa Indonesia yang cukup mengguncang dunia kala itu.

Ketika ditanya berapa banyak masjid yang telah dirancang olehnya, dengan rendah hati Noeman mengaku tidak pernah menghitungnya. Dia hanya mengingat Masjid-masjid besar yang pernah dirancangnya.

Karena prestasinya yang sangat gemilang tersebut, ketika Bayt Al Quran dan Museum Istiqlal TMII Jakarta didirikan, Noeman menjadi salah satu anggota Dewan Kurator-nya. Tak hanya itu, ia pun pernah menerima penghargaan sebagai penulis Khat Kufi dari Istanbul, Turki.

Selama 51 tahun perjalanan kariernya sebagai arsitektur, Noeman selalu berusaha untuk menjalani profesinya sebaik-baiknya. Satu yang dia harapkan dari karya-karyanya, yaitu memberikan manfaat dan kemaslahatan umat, terutama untuk masyarakat miskin.Noeman juga berharap, di luar sana ada banyak generasi muda yang mau dan mampu bekerja untuk kemaslahatan umat. (Dari berbagai sumber).

Artikel ini ditulis oleh: