Jakarta, Aktual.co — Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan dilaksanakan pada tahun 2015 ternyata dinilai tidak cukup adil bagi sektor perbankan Indonesia. Pasalnya, Bank-Bank di Indonesia sulit untuk membuka cabang di luar negeri.
Pengamat Ekonomi, dari AEPI, Salamuddin Daeng menilai hal tersebut akibat kebijakan Undang-Undang yang ada di negara kita. Menurutnya, Undang-Undang perbankan Indonesia terlalu liberal, sehingga memudahkan bank-bank asing masuk.
‘Kalau itu karena Undang-Undang kita yang memperbolehkan bank asing buka cabang disini,” ujar Salamuddin usai mengisi diskusi di Jakarta, Kamis (20/11).
Lebih lanjut dikatakan, bank di Indonesia yang cukup sulit membuka cabang di luar negeri karena kebijakan dari negara tersebut. Selain itu, adanya Peraturan Presiden (Perpres) No 36 tahun 2010 yang mengatakan bahwa perbankan Indonesia boleh dikuasai asing sampai 85 persen ini sangat merugikan Indonesia sendiri.
“Kalau kita ngga bisa buka cabang di sana ya itu kembali lagi kepada kebijakan negara tersebut. Di Perpres No 36 tahun 2010 itu disebutkan perbankan kita boleh dikuasai asing sampai 85 persen. Tapi katanya Perpres itu akan diubah, karena masalah Development Bank of Singapore (DBS) yang akan mengambil alih saham Bank Danamon, tapi kelanjutannya bagaimana saya ngga tau,” pungkasnya.
Untuk diketahui saat ini Indonesia belum menandatangani Asian Banking Integration Framework (ABIF) atau Kerangka Kerja Intergrasi Perbankan ASEAN. Dengan alasan diantaranya, masih harus memperjuangkan terkait asas resiprokal perbankan, dan sulitnya Indonesia membuka cabang di luar negeri.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka