Wilayah ini juga merupakan jalur perdagangan paling ramai di dunia–tiga kali lebih sibuk dibandingkan Terusan Suez yang menghubungkan Timur-Tengah dengan Eropa.

Pentingnya Laut China Selatan bagi perekonomian dunia tersebut kemudian membuat sejumlah pihak mendesak segera disepakati pedoman perilaku yang bisa menjamin kebebasan perlayaran bagi semua negara.

“Indonesialah yang memulai perundingan kerangka pedoman perilaku ini di Bali,” kata Retno.

Namun demikian, tercapainya kesepakatan tersebut nampaknya ditukar dengan melunaknya sikap ASEAN terhadap China. Menurut laporan The Sidney Morning Herald, para pemimpin ASEAN dalam konferensi tingkat tinggi tidak akan menyebut militerisasi China di perairan sengketa.

Padahal, militerisasi yang melibatkan reklamasi banyak pulau tersebut bertentangan dengan seruan ASEAN yang meminta dihentikannya semua bentuk militerisasi maupun reklamasi di Laut China Selatan.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: