Jakarta, Aktual.com – Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) meminta BPJS Ketenagakerjaan untuk hati-hati dalam mengelola dana pekerja yang dititipkan di BPJS Ketenagakerjaan.
Desakan ini dilontarkan oleh Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/8).
“Prinsip kehati-hatian dan transparansi harus diutamakan karena dana yang ada di BPJS Ketenagakerjaan adalah dana milik pekerja seluruh Indonesia,” ujar Mirah.
Menurutnya, BPJS Ketenagakerjaan harus terbebas dari intervensi politik pemerintah yang tengah menggenjot proyek infrastruktur melalui utang.
Ucapan Mirah ini merupakan tanggapan atas BPJS Ketenagakerjaaan yang telah mengucurkan dana sebesar Rp73 triliun untuk proyek infrastruktur yang dijalankan pemerintah per Januari 2018.
Sebagaimana diberitakan, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto, mengemukakan telah menginvestasikan dana sebesar Rp73 triliun berbentuk surat utang (obligasi) yang dikeluarkan BUMN Karya untuk membangun tol pada 21 Maret lalu.
Mirah menambahkan, jangan karena tekanan politik pemerintah, BPJS Ketenagakerjaan lantas menginvestasikan dana pekerja Indonesia di sektor-sektor yang berpotensi rugi dan minim kemanfaatannya untuk kepentingan pekerja.
BPJS Ketenagakerjaan sebaiknya tetap fokus untuk memberikan kemanfaatan pada pekerja yang telah menitipkan dananya di BPJS Ketenagakerjaan.
Ia mengatakan beberapa hal yang saat ini dibutuhkan oleh pekerja adalah perumahan murah, pendidikan untuk anak pekerja, rumah sakit untuk pekerja, dan transportasi murah.
Ia mencontohkan, banyak pekerja dan masyarakat miskin yang ditolak ketika akan berobat ke rumah sakit dengan alasan tidak adanya ruangan perawatan, termasuk kebutuhan ruangan NICU/PICU untuk bayi yang baru lahir.
Dari dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan per Januari 2018 yang mencapai Rp320 triliun, Mirah juga menyoroti pernyataan Agus yang mengatakan sekira 81 persen dari total dana tersebut ditempatkan untuk di kegiatan pemerintahan.
“Ini yang harus transparan, untuk kegiatan Pemerintah apa saja? Dan apakah memiliki nilai kemanfaatan bagi pekerja di Indonesia?,” tegas Mirah.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan