Jakarta, Aktual.co — Ketua Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Indonesia (Aspermigas) Efendi Siradjudin mengatakan bahwa Indonesia saat ini sudah dalam tahap darurat energi yang diakibatkan oleh buruknya sistem politik yang berlangsung selama ini.

“Krisis energi saat ini adalah turunan dari daruratnya sistem politik kita selama ini,” kata Sirajudin dalam diskusi publik bertajuk ‘Masa Depan Kedaulatan Energi di Bawah Pemerintahan Baru’ di Jakarta, Rabu (5/11).

Dirinya juga menyebut bahwa selama 20 tahun terakhir negara kita tidak lagi produktif dalam sektor energi.

“Hal ini terjadi karena sistem politik kita tidak bisa menghasilkan produk negara yang produktif,” ujarnya.

Sirajudin mengkualifikasikan Indonesia dalam darurat energi karena tanpa minyak impor, Indonesia hanya mampu bertahan selama 2-3 minggu. Dengan mempertimbangkan konsumsi transportasi sebesar 1,2 juta bph (70 persen dari konsumsi nasional) dan 30 persen industri dan rumah tangga.

“Kami mengusulkan agar pemerintah melakukan pengenaan pajak BBM kepada golongan ekonomi mampu, maksimum 50 persen dari harga pasar. BBM subsidi hanya untuk transportasi publik. Untuk menjamin keamanan tempatkan polisi dan tentara di SPBU. Kita kan punya banyak anggota TNI dan Polisi,” tuturnya.

Lebih lanjut, ia menyarankan Pemerintah agar mengambil kebijakan untuk menghentikan produksi kendaraan BBM termasuk mobil murah BBM untuk pasar domestik, kendaraan BBM dialihkan ke pasar global. Negara menyediakan secara gratis konverter kit.

“Mobil-mobil BBM itu diekspor saja, dalam negeri pakai gas,” katanya.

Lebih lanjut dirinya mengusulkan agar Pemerintah juga menghentikan pembangunan jalan tol seluruh Indonesia dan dialihkan besar-besaran ke transportasi masal. Percepat diversifikasi PLTgas dan PLTU Batubara, Geothermal, Nuklir, dan Solar energy.

“Pemerintah harus mengejar target zero impor bbm dan zero konsumsi bbm dalam waktu lima tahun. Dan kembalikan Perppu pertambangan minyak UU No 4 tahun 60 dan UU Pertamina No 8 tahun 71,” lanjutnya.

“Wujudkan UU keberpihakan nasional yang mendorong kemandirian dan tetap berwawasan global dan atau masukkan semangat keberpihakan nasional dalam semua UU,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka