Jakarta, Aktual.com —  Ketua Umum Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Darmadi Sutanto mengungkapkan bahwa transaksi gesek tunai (Gestun) kartu kredit tercatat sebesar 15 persen dari total keseluruhan transaksi kartu kredit perbulan.

“Sekitar 15 persen dari total transaksi kartu kredit secara nasional itu berupa gesekan tunai perbulannya,” kata Darmadi dalam konferensi pers mengenai BI dorong pemberantasan gesek tunai di Jakarta, Jumat (19/6).

Ia mengatakan persentase itu mewakili dana dalam kisaran Rp3,1-3,5 triliun dari total transaksi kartu kredit per bulan sebesar Rp22-23 triliun.

Darmadi mengatakan praktik Gestun dijadikan sebagai upaya mendapatkan uang secara gampang karena pedagang memperoleh bunga lebih rendah dibandingkan nasabah melakukan penarikan tunai lewat kartu kredit di Anjungan Tunai Mandiri (ATM).

“Yang jelas ini merugikan bank karena mmereka menikmati perbedaan suku bunga. Karena saat mereka gestun, ‘merchant’ sudah dibayar oleh bank, dan nanti ketika jatuh tempo mereka bayar lunas. Maka bank tidak ‘charge’ sama sekali. Itu permainan mendapatkan ‘income’ (pendapatan) secara mudah,” katanya.

Ia mengatakan pedagang umumnya menggunakan latar belakang yayasan namun tidak jelas barang yang dijual.

“Kalau gesek di ‘merchant’ (pedagang), bank tidak bisa mengidentifikasi itu tunai atau tidak. Karena kita pikir dia beli emas ternyata dia (pedagang) berikan uang. Lalu dibayar oleh bank, maka dia untung bunga. Ini menabrak ‘policy’ (kebijakan) dan peruntukan dari kartu sendiri,” ujarnya Untuk itu, ia mengatakan Gestun harus diberantas untuk mendorong pertumbuhan industri keuangan yang sehat.

Ia menawarkan sejumlah upaya untuk memberantas Gestun. Pertama, Bank dapat menurunkan biaya yang dikeluarkan jika melakukan penarikan tunai dari bank tanpa melalui ‘merchant’.

Kedua, ia mengatakan jika ada indikasi dari satu bank bahwa pedagang itu melakukan Gestun maka kerja sama dengan pedagang itu dihentikan. Bank-bank lainnya yang ikut bekerja sama dengan pedagang itu juga harus menghentikan kerja sama dengan pedagang tersebut.

Jika bank lain tidak ikut menghentikan kerja samanya agar pedagang itu tutup maka akan mendapat sanksi sosial dari ASPI dan bila perlu teguran dari Bank Indonesia, katanya.

Ia juga mengatakan pihaknya membentuk tim khusus untuk memantau transaksi di pedagang jika ada indikasi praktik Gestun.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Enny Panggabean mengatakan Gestun dilakukan nasabah karena kebutuhan uang mendesak sekaligus menghindari melakukan pinjaman di bank dengan berbagai ketentuan.

Nasabah pergi ke pedagang dan menggesek kartu seolah membeli barang padahal bertujuan untuk penarikan tunai.

Namun, transaksi Gestun akan membuat nasabah bersifat konsumtif karena terlena menarik uang padahal tidak diimbangi dengan kemampuan membayar.

General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Marta mengatakan jika dibiarkan Gestun berkembang maka tujuan kartu kredit sebagai alat pembayaran akan terus disalahgunakan.

Ia mengatakan Gestun pada beberapa tahun lalu belum marak karena bersifat individual dan malu-malu.

Namun, saat ini pedagang yang menawarkan Gestun semakin banyak dan hal tersebut harus diberantas agar tidak merugikan nasabah karena semakin konsumtif.

“Sekarang sudah dibuat sistematis atau dilakukan secara berkelompok,” katanya.

Ia mengatakan sosialisasi agar menghindari Gestun akan terus dilakukan seperti lewat pengumuman atau imbauan di radio dan bincang atau “talk show” dengan masyarakat.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka