Jakarta, Aktual.com — Defisit anggaran yang ditargetkan pemerintah melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) selalu meleset. Hal ini memungkinkan terjadinya utangan baru untuk menutup defisit tersebut.

“Defisit APBN tetap akan lebar di tahun ini. Dan saya duga minimal sama dengan tahun lalu, yakni 2,5 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto),” ujar Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM, A. Tony Prasetiantono, kepada Aktual.com, Senin (8/2).

Dengan defisit seperti itu, kata dia tentu saja sangat mengkwatirkan. Sehingga, lagi-lagi pemerintah akan kembali menerbitkan surat utang untung menutupnya.

“Pasti akan ada utang baru. Karena setiap tahun, ketika defisit anggaran cukup lebar selalu ditutup dengan utang, biasanya dengan penerbitan surat berharga negara atau SUN, termasuk Sukuk (surat utang syariah),” tegas Tony.

Kondisi fiskal di 2016 ini, diprediksi Tony tidak akan jauh dari tahun lalu. Terutama dari sisi penerimaan pajak yang sulit tercapai karena kondisi perekonomian nasional yang masih lesu.

Apalagi di awal 2016, sudah terlihat penerimaan pajak yang berat, bahkan bisa disebut buruk. Pasalnya, angka penerimaan pajak bulan Januari 2016 lebih rendah dibanding penerimaan pajak pada bulan yang sama tahun lalu.

“Sehingga akan mengkhawatirkan terjadinya desifit anggaran lagi. Dan angka 2,5 persen itu memang cukup mengkhawatirkan,” tegasnya.

Namun jika penerimaan pajak yang terus merosot, bisa saja defisitnya makin lebar, bisa saja mencapai 3 persen. Batas akhir yang diatur UU Keuangan Negara.

Sebelumnya, Direktur Strategi dan Portofolio Ditjen Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan, Scenaider Siahaan menegaskan, tahun lalu pemerintah telah menyiapkan dana US$ 5 miliar atau sekitar Rp 67,5 triliun untuk menambal defisit anggaran 2,5-2,6 persen dari PDB.

Jumlah tersebut berasal dari utangan luar negeri. Baik yang dari lembaga multilateral maupun penerbitan surat utang. Disebutkan dia, pemerintah telah meraih komitmen pinjaman baru dari lembaga keuangan multilateral, seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB), sekitar US$ 4 miliar. Jenisnya, pinjaman program dan pinjaman siaga.

Selain itu, pemerintah juga menerbitkan surat utang berdenominasi valuta asing (valas) senilai US$ 1 miliar untuk mencukupi kebutuhan pembiayaan defisit anggaran.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby