Petugas Bank Indonesia memperlihatkan uang pecahan seratus ribu rupiah yang rusak dari nasabah saat melayani warga yang menukarkan uang kertas lama dan rusak di Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (26/7). Dalam rangka menjaga kualitas uang beredar di masyarakat, Bank Indonesia menerapkan kebijakan untuk mengganti atau menukar uang tidak layak edar dengan uang yang layak edar, bertujuan untuk menjaga uang Rupiah yang beredar berada dalam kualitas yang baik sehingga mudah dikenali ciri-ciri keasliannya. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Nilai tukar Rupiah terhadap USD telah meleset jauh dari target APBN 2018 sebesar Rp 13.400. Saat ini, USD telah mendekati angka Rp14.500.

Menurut Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharram, depresiasi rupiah akan memengaruhi postur APBN yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dimana, akan ada perubahan pada banyak pos, terutama pada pembayaran bunga utang.

“Saat ini saja, bunga utang sudah mencakup 10 persen dari belanja pemerintah pusat. Tentu akan melonjak jika Rupiah jatuh. Sebetulnya hal ini sudah mulai terasa sejak tahun lalu, yang diperparah juga dengan lonjakan belanja subsidi BBM. Hal ini akan berdampak pada defisit anggaran yang melebar dengan menambah utang atau memotong belanja,” jelasnya.

Dari sisi dunia usaha, pelemahan menyebabkan mereka menahan belanja modal dan barang, lantaran biaya impor industri turut melambung terutama pada bahan baku atau modal.

“Ini akan merubah rencana bisnis mereka termasuk mengurangi jumlah karyawan. Dampaknya dari sisi suplai, output ekonomi akan lebih rendah dari seharusnya. Begitu juga di sisi demand, inflasi yang dipacu impor akan melemahkan daya beli,” ujarnya.

Pada akhirnya tegas Ecky, melemahnya nilai tukar rupiah akan terekam pada pertumbuhan ekonomi dimana target pemerintah menggenjot pertumbuhan sebesar 5,4 persen akan mustahil tercapai.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta