Menurut hakim, Rochmadi dapat membuktikan uang yang ia peroleh dari penghasilan lain meski tidak dilaporkan ke dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2009-2015.

“Ada perbedaan LHKPN perhitungan terdakwa dengan yang didakwakan penuntut umum berdasarkan catatan Kepala Bagian Perbendaharaan BPK Sri Rahayu Pantjaningrum sebesar Rp1,06 miliar. Penghasilan terdakwa lebih besar yang berasal dari kegiatan operasional, bunga bagi hasil tabungan dan deposito, sewa tanah dan rumah dari luar BPK, honor narasumber, penjualan aset mobil Aerio, rumah di parung, bagi hasil kerja sama rotan penjualan logam mulia dan batu mulia yang tidak dihitung sebagai penghasilan. Hakim berkesimpulan terdakwa telah dapat membuktikan terdakwa tidak menerima gratifikasi yang didakwakan JPU, unsur gratifikasi tidak terpenuhi” ungkap hakim Sigit.

Dakwaan ketiga juga dinilai tidak terbukti yaitu tindak pidana pencucian uang aktif dengan membeli satu bidang tanah seluas 329 meter persegi di Kebayoran Essence Tangerang Selatan seharga Rp3,5 miliar selanjutnya pada 2016 dibangun di atas tanah tersebut dengan biaya sekitar Rp1,1 miliar yang menurut JPU berasal dari penerimaan gratifikasi.

“Untuk pembeli tanah kavling bukan dari tindak pidana tapi berasal dari penghasilan yang sah, jadi unsur harta yang patut diduga sebagai tindak pidana tidak terpenuhi, maka unsur selanjutnya tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut, dan terdakwa dibebaskan dari dakwaan penuntut umum tersebut,” ungkap hakim Sigit.

Artinya, harta Rochmadi berupa satu bidang tanah seluas 329 meter persegi di Kebayoran Essence yang di atasnya sudah dibangun satu bangunan yang saat ini dalam penyitaan KPK juga dikembalikan kepada Rochmadi.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid