Melbourne, Aktual.com – Australia berharap Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) yang akan ditandatangani pada Minggu oleh 15 negara di Asia-Pasifik mampu meningkatkan relasi negaranya dengan China.
Setelah ditandatangani nantinya, RCEP mungkin akan menjadi perjanjian dagang terbesar di dunia, karena melibatkan 10 negara di Asia Tenggara anggota ASEAN dan lima mitra besar eksternalnya, yakni Australia, China, Jepang, Selandia Baru, dan Korea Selatan.
Negara-negara di kawasan Asia-Pasifik tersebut telah mencakup hampir satu pertiga populasi global, juga sekitar 30% produk domestik bruto (PDB) dunia. Dengan begitu, kesepakatan ini akan menurunkan tarif secara progresif serta bertujuan untuk melawan proteksionisme, menaikkan investasi, dan melancarkan mobilitas barang di kawasan.
Di satu sisi, hubungan bilateral Australia dengan China–mitra dagang terbesarnya–mengalami ketegangan setelah Canberra meminta penyelidikan internasional mengenai asal mula virus corona yang mulai akhir tahun lalu diketahui menginfeksi di Wuhan, China, dan kini menjadi pandemi COVID-19.
Perselisihan dagang antara kedua negara amat memukul industri Australia dan mengancam ekspor negara itu ke China, antara lain untuk produk agrikultur, kayu olahan, dan sumber daya yang bernilai miliaran dolar AS.
Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham menyebut bahwa pakta ASEAN menawarkan sebuah platform yang dapat mengarah pada perubahan positif bagi relasi Australia-China.
“Bolanya sedikit banyak berada di tangan China untuk proses negosiasi ini,” kata Birmingham kepada surat kabar The Age, menjelang penandatanganan RCEP.
“Menjadi krusial bahwa mitra seperti China, ketika mereka ikut dalam perjanjian seperti ini, tak hanya memberikan rincian kesepakatan namun juga bersikap dengan semangat yang sama,” kata Birmingham menambahkan.
Sementara itu, ketika pihak China ditanya pada awal bulan ini soal menjatuhkan pembatasan terhadap sejumlah produk impor dari Australia, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Wang Wenbin menyebut langkah China itu “absah, masuk akal, dan bukan bentuk kritik.”
Sumber: Reuters(Antara)
Artikel ini ditulis oleh:
Warto'i