Jakarta, Aktual.co — Tim Reformasi Tata Kelola Migas memberikan enam rekomendasi kepada pemerintah terkait kebijakan mengenai Bahan Bakar Minyak. Salah satunya menghentikan impor bensin RON 88 atau premium dan secara berkala menggantinya dengan mengimpor RON 92 atau pertamax 92.
Pengamat Ekonomi Aviliani mendukung langkah penghapusan BBM jenis premium itu. Sebab langkah penghapusan tersebut cukup baik. Karena berapa pun RON yang digunakan, baik RON 88 maupun RON 92, yang jelas semuanya harus subsidi tetap.
“Di sisi lain, penghapusan BBM jenis premium juga dapat mempersempit ruang gerak mafia migas yang kerap mempermainkan harga pasar,” kata dia ketika dihubungi, Selasa (23/12). Dia menyebut, jumlah ideal selisih antara BBM jenis RON 88 dan RON 92 minimal harus Rp 2 ribu. Sebab, hal tersebut akan memengaruhi daya beli masyarakat terhadap konsumsi BBM.
“Hal itu bertujuan agar ada peralihan konsumsi masyarakat dari yang semula RON 88 menjadi ke RON 92,” kata dia. Pertamina, imbuh Aviliani, juga harus membangun kilang baru agar dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Selain itu, adanya kilang baru tersebut akan memungkinkan munculnya harga pasar yang lebih murah daripada biasanya. “Dua tahun lalu Pertamina bilang masih kurang pembangunan dua kilang. Seharusnya dalam waktu dekat segera direalisasikan hal itu agar ketergantungan impor berkurang.”
Dengan adanya kilang-kilang baru yang beroperasi nanti, dia yakin kapasitas produksi dan kualitas BBM akan meningkat. Aviliani juga membandingkan harga di dalam negeri dengan harga di luar negeri. Indonesia, lanjut dia, menetapkan harga pasar yang terlampau murah. Karena itu, subsidi pada bukan barang wajib ditetapkan.
Meski nanti pemerintah harus siap menghadapi kekagetan konsumen yang harus membayar harga lebih mahal daripada biasanya.
Laporan: Wisnu Yusep
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby

















