Jakarta, Aktual.co —Meski sudah pernah membuat program e-budgeting untuk Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, Gagat Dijiwarno ternyata mengaku kerepotan saat diminta garap program yang sama untuk APBD DKI 2015. Pengakuan itu mencuat saat konsultan e-budgeting itu diperiksa Panitia Khusus Hak Angket DPRD DKI, pagi tadi.
“Ketika diundang ke DKI, luar biasa. Tidak ada daerah yang punya SKPD ratusan kecuali DKI. Jadi kami perlu penyesuaian yang cukup signifikan. Besaran anggaran DKI di atas 70 triliun, besar sekali. Itu perbedaannya,” ujar dia, saat rapat dengan Pansus, Rabu (11/3).
Dia coba jelaskan kalau penggunaan e-budgeting adalah semata untuk mempermudah pengawasan dan belanja saja agar tepat sasaran. “Sistem e-budgeting ini tools (alat) saja, alat untuk susun RAPBD. Perbedaan terkait pola input RKA (Rencana Kerja Anggaran) Konsep utamanya di situ. Sistem lama manual input RKA-nya. Dengan e-budgeting, seperti orang beli online,” ujar dia.
Gagat membantah kalau dirinya yang menawarkan Pemprov DKI agar gunakan e-budgeting. Dia dan timnya justru diundang BPKD (Badan Pengelola Keuangan Daerah) DKI. “Ada tim TAPD yang datang ke Surabaya dan sama teman-teman Pemda Surabaya dikenalkan ke saya. Itu akhir 2013,” kata Gagat.
Pernyataan Gagat sempat membuat heran Pansus Angket. Lantaran dia mengaku kerjasama dengan Pemprov DKI untuk bikin e-Budgeting, ternyata hanya dilakukan perorangan saja, tidak melalui PT atau CV. Padahal hasil kerjaan Gagat dan timnya yang berupa e-budgeting itu digunakan Pemprov DKI untuk ‘menyaring’ puluhan triliun APBD DKI.
Dibuat heran, Ahmad Nawawi, anggota Fraksi Demokrat-PAN pun bertanya. “Ini kan bapak masuk perseorangan, padahal yang bapak jalankan itu data rahasia negara. Bagaimana cara bapak bisa semudah itu lihat seluruh data, tanpa ada kontrak jelas masuk melalui perorangan?” ujar dia, saat rapat Pansus Angket, di DPRD DKI, Rabu (11/3).
Dapat pertanyaan seperti itu, Gagat berdalih dirinya tak punya kepentingan untuk melihat data-data APBD DKI, kecuali dapat izin. “Itu saya tidak tahu semua pak meski ada di server. Saya enggak ada kepentingan lihat data itu kecuali ada izin. Sejak 2015, peran saya sudah dari kecil. Sebagai seorang IT kami menjaga itu, karena IT memang bisa saja menghapus dokumen atau rekening negara, tapi kami menghindari itu,” dalih dia.
Artikel ini ditulis oleh: