Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Umum DPP Gerindra, Ferry Juliantono menilai, isu gerakan makar yang berlanjut pada penangkapan sejumlah aktivis dihembuskan oleh Presiden Joko Widodo. Penilaian ini merujuk pada pernyataan Jokowi usai berakhirnya Aksi Bela Islam II, yang berujung bentrok.
“4 November itu terjadi demonstrasi yang besar, ada unsur kegagalan polisi mengantisipasi. Malamnya Presiden konfrensi pers, sebut aksi 4 November ditunggangi. Itu sudah pembentukan opini gerakan makar,” kata Ferry dalam sebuah diskusi bertajuk ‘Dikejar Makar’ di Jakarta, Sabtu (3/12).
Menurutnya, kasus gerakan makar ini masuk dalam rangkaian kasus dugaan penistaan agama atas tersangka Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok. Namun, ia tidak bisa mencerna bagaimana kasus ini bisa meruncing, hingga mentersangkakan beberapa aktivis, seperti Sri Bintang Pamungkas.
“Ini kan kasusnya Ahok, kasus BTP, yang oleh masyarakat dari awal kepolisian ini ngulur-ngulur, di mata masyarakat kepolisian membela. Baru setelah ditekan 4 November, baru ditetapkan Ahok sebagai tersangka. Kasus ini tidak bisa dipisahkan dengan Ahok,” paparnya.
Seharusnya, kata Ferry, polisi tidak perlu berlebihan hingga menangkap dan mentersangkakan para aktivis itu. Sebab, Presiden sendiri kemarin sudah bersedia untuk menemui peserta Aksi Bela Islam III.
Pandangannya, isu gerakan makar sudah tidak relevan jika dikaitkan dengan tuntutan penegakan hukum terhadap kasus Ahok, karena terlalu politis. Pasalnya, polisi harus bisa membuktikan upaya makar tersebut berkaitan dengan penggulingan Jokowi.
“Awalnya saya meyakini Presiden membela Ahok. Tapi kemarin, akhirnya Presiden mengalah dengan peserta unjuk rasa. Harusnya kalau Presiden sudah ngalah, tidak ada lagi tudingan gerakan makar,” ucapnya.
Kalau mengkritik pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla menurutnya jadi satu hal yang wajar. Ia pun mengajak untuk memutar waktu, ketika para mahasiswa turun ke jalan untuk menumbangkan rezim Soeharto.
“Sekarang saya tanya, sebuah pemerintahan salah, terus bagaimana caranya gantiin? Makar itu wilayah politik, yang susah dibuktikan. Kalau proses yang masih dini dikategorikan sebagai makar, susah dong. Kita balik ke ’98, apa mahasiswa dibilang gerakan makar? Kan tidak,” tutup alumni Magister Ilmu Politik dan Sosial Universitas Indonesia.
Seperti diketahui, subuh kemarin, Jumat (2/12) ada 10 aktivis yang diringkus polisi di beberapa tempat berbeda. Diantara mereka yang ditangkap yakni, Sri Bintang Pamungkas, Rachmawati Soekarno Putri, Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani, Kivlan Zein.
Dari 10 orang itu, 7 diantaranya sudah dibebaskan. Tiga lainnya, termasuk Sri Bintang harus ditahan. Mereka dituduh melakukan pemufakatan jahat untuk menumbangkan rezim Jokowi-JK.
(Zhacky Kusumo)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan