Peserta seminar memeriksa kepadatan tulang disela seminar awam mengenai penyakit osteoporosis dengan tema " Mengenal Lebih Dekat Bahaya Pengeroposan Tulang dan Nyeri Sendi " di Jakarta, Sabtu (3/10). Kalbe secra rutin bekerjasama dengan rumah sakit menyelenggarakan program edukasi seminar awam kepada masyarakat sebagai bentuk kepedulian akan masalah kesehatan di Indonesia.Sekaligus bertepatan pada tanggal 20 Oktober sebagai Hari Osteoporosis Sedunia. AKTUAL/EKO S HILMAN

Jakarta, Aktual.com – Dokter spesialis penyakit dalam sekaligus konsultan reumatologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dr. Faisal Parlindungan, Sp.PD-KR, mengatakan, wanita memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena osteoporosis dibanding pria.

“Ada faktor risiko yang tidak bisa diubah, misalnya jenis kelamin. Wanita lebih gampang terkena osteoporosis,” kata dr. Faisal dalam talkshow virtual “Take Action for Bone Health: Kalsium, Tulang Sehat, dan Imunitas di Masa Pandemi”, yang digelar Kalbe Farma, Sabtu.

dr. Faisal menjelaskan, hal tersebut disebabkan perbedaan hormon antara wanita dan pria. Pada wanita, ada hormon estrogen yang berfungsi untuk mencegah keropos tulang.

Namun, lanjut dia, seiring bertambahnya usia, wanita akan mengalami menopause di mana indung telur atau ovarium tidak lagi memproduksi sel telur dan hormon estrogen.

“Sehingga wanita yang sudah menopause sangat mungkin untuk mengalami pengeroposan tulang,” ujar dr. Faisal.

Selain karena hormon, risiko osteoporosis yang lebih tinggi pada wanita juga disebabkan struktur tulang yang 30 persen lebih sedikit dibanding pria.

dr. Faisal juga mengatakan, faktor risiko osteoporosis lainnya yang tidak bisa diubah adalah riwayat osteoporosis dalam keluarga. Dia juga menyebut orang Asia lebih mudah terkena penyakit tersebut.

“Jadi orang Asia lebih mudah kena daripada bule. Itu berdasarkan kondisi yang diamati pada populasi, ada penelitiannya,” imbuhnya.

Adapun faktor risiko osteoporosis yang bisa diubah, kata dr. Faisal, adalah gaya hidup termasuk asupan gizi dan penyakit yang diderita seperti gula, ginjal, autoimun, dan penyakit jantung.

Osteoporosis, kata dr. Faisal, termasuk silent disease karena sering kali tidak memiliki gejala sampai patah tulang pertama terjadi. Sehingga, bagi wanita berusia di atas 65 tahun dan pria di atas 70 tahun dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan dengan penapisan atau Bone Mineral Density (BMD) untuk mengevaluasi kepadatan massa tulang.

“Yang lebih muda juga boleh dilakukan penapisan jika memiliki kondisi yang menyebabkan peningkatan risiko kehilangan massa tulang,” katanya.

dr. Faisal juga mengingatkan untuk selalu memperhatikan asupan gizi dalam tubuh seperti kalsium dan vitamin D untuk menjaga kepadatan tulang.

“Kalsium tidak akan langsung masuk ke tulang, harus diserap dulu. Nah, vitamin D akan membantu penyerapan kalsium,” ujarnya.

(Shavna Dewati Setiawan | ANTARA)

Artikel ini ditulis oleh:

Aktual Academy