Jakarta, Aktual.com – Fenomena La Nina diprediksi akan berlangsung mulai akhir 2020 hingga awal 2021. Catatan historis menunjukkan bahwa La Nina dapat menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi jumlah curah hujan bulanan di Indonesia hingga 40% di atas normalnya.

Lalu apa itu La Nina? Dikutip dari berbagai sumber, La Nina berasal dari bahasa Spanyol yang memiliki arti ‘Gadis Kecil’.

La Nina juga kadang disebut El Viejo, anti-El Nino, atau “peristiwa dingin”. Dia diumpamakan sebagai saudara perempuan El Nino.

El Nino awalnya dinamai pada abad ke-19, ketika para pelaut Peru menyadari bahwa setiap beberapa tahun, sekitar Natal, perairan pesisir menghangat, dan arus Samudra Pasifik bergeser ke selatan. Nama La Nina akhirnya diadopsi untuk menggambarkan efek sebaliknya.

La Nina seringkali, meskipun tidak selalu, didahului oleh fenomena El Nino. Selama La Nina, musim badai Atlantik menghasilkan badai yang lebih hebat dari biasanya.

La Nina terpanjang yang tercatat berlangsung dari musim semi 1973 hingga musim semi 1976, suatu periode yang ditandai dengan kondisi kekeringan di sebagian besar wilayah Amerika Serikat. Sementara di bagian lain dunia dilanda banjir yang diikuti badai yang merenggut ratusan ribu nyawa.

Fenomena La Nina pada umumnya didahului oleh penumpukan air laut yang telah mengalami penurunan temperatur. Angin yang mengarah ke timur dan ombak laut membantu perpindahan air laut tersebut ke permukaan melalui proses yang kompleks.

Si ‘Gadis Kecil’ ini, memberikan efek yang berbeda pada setiap area. Di bagian tenggara, udara menjadi lebih hangat, sedangkan di bagian barat laut udara menjadi lebih dingin.

Terjadinya La Nina menyebabkan sering terjadinya hujan di daerah pasifik seperti Indonesia, Malaysia, dan bagian utara Australia pada saat musim panas di musim panas dan kekeringan di daerah pantai barat Amerika Serikat di musim salju.

Artikel ini ditulis oleh:

Warto'i