Jakarta, Aktual.com – Badai tropis Sarika yang sudah mulai meningkat kekuatannya sejak Sabtu (14/10) kemarin, sebelumnya berkategori depresi tropis sejak 12 Oktober 2016.
Badai tropis Sarika yang terbentuk di Samudera Pasifik Barat sebelah timur Filipina, bergerak ke arah barat-barat laut dengan kecepatan 18km/jam. Hari ini, badai tropis Sarika yang sudah meningkat kecepatannya menjadi 75 – 95 km/jam, diperkirakan bergerak mendekati Pulau Luzon dan menuju Laut Tiongkok Selatan.
Badan Meteorologi Filipina (PAGASA) sudah mengeluarkan peringatan dini sinyal 01 (bahaya) untuk Pulau Polilio, Southern Quezon, Camarines Nortre, Camarines Sur, Albay, dan Sarsogon.
Keberadaan badai tropis di Filiphina bulan Juni – Oktober dapat berdampak buruk bagi kawasan tersebut. Hal ini disebabkan karena pada bulan ini di Filipina masih aktif berlangsung Southwest Monsoon atau yang dikenal sebagai “Habagat” dalam bahasa lokal. Fenomena alam ini selalu membawa banyak hujan yang terkadang memicu banjir dan longsor.
Badai tropis Sarika berpotensi memperkuat aliran “Habagat”, akibat karakter badai yang selalu menarik dan mengumpulkan aliran angin dan masa uap air. Situasi saat ini dapat menjadi peringatan dini bagi Manila, jika belajar dari peristiwa banjir besar Manila Agustus 2012 silam.
Saat itu Badai tropis Haiku di Samudera Pasifik utara Filipina juga memperkuat aliran monsun barat daya. Hujan akumulatif 900 mm yang turun dalam 3 hari saat itu menjadi bencana besar bagi Manila.
Meskipun aktivitas badai tropis Sarika tidak langsung berbahaya bagi Indonesia, tetapi kita patut waspada. Badai tropis yang memusatkan aliran massa udara dapat berdampak bagi peningkatan intensitas hujan di beberapa wilayah di Indonesia. Di zona konvergensi dimana pola aliran udara bertemu dapat terbentuk awan-awan tebal dan konvektif.
Beberapa wilayah seperti Selat Karimata, bagian timur Sumatera, utara Kalimantan, dan Sulawesi merupakan kawasan-kawasan yang berpotensi hujan lebat. Selain hujan, potensi terjadinya peningkatan tinggi gelombang laut juga dapat terjadi di Selat Karimata, Laut Cina Selatan, dan Laut Sulawesi.
Sementara itu wilayah Jawa hingga NTT dapat terdampak hujan ringan akibat pola angin yang menyebar di wilayah ini.
Pola hujan di wilayah Indonesia saat ini banyak dipengaruhi oleh hangatnya suhu muka laut di wilayahnya, terutama bagian barat, dimana anomali lebih hangat dari biasanya telah terjadi sejak tahun lalu, bahkan pada kondisi El Nino.
Pada kondisi El Nino, biasanya suhu muka laut Indonesia mendingin bersamaan dengan menghangatnya suhu muka laut di Pasifik tengah. Saat ini Samudera Pasifik tengah mengindikasikan kemungkinan aktifnya fenomena La Nina, yang dapat memberi dampak pertambahan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.
Oleh: Siswanto, M.Sc, Peneliti Cuaca dan Iklim Ekstrim BMKG, kandidat Ph.D. di Vrije Universitat Amsterdam, Belanda
Artikel ini ditulis oleh: