Jakarta, Aktual.com — Sedikitnya tiga orang dari dua pihak telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus dugaan suap Raperda RZWP3K dan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta.
Menurut Ketua Badan Relawan Nusantara (BRN) Jakarta, Laode Kamaludin, hal tersebut menunjukkan kebijakan bisa dibawa ke meja hijau.
Pasalnya, kedua raperda yang merupakan inisiatif Pemprov DKI itu nantinya menjadi payung hukum megaproyek 17 pulau buatan di Teluk Jakarta.
“Dan artinya, bagi-bagi lahan melalui izin yang dilakukan Gubernur Basuki Tjahaja Utama (Ahok) melalui megaproyek reklamasi merupakan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hukum,” ujarnya kepada Aktual.com, Sabtu (2/4).
Karenanya, salah satu kelompok relawan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini mendesak Pemerintah Daerah (Pemda) DKI menghentikan perizinan pelaksanaan reklamasi di ibukota.
“Serta membatalkan pengesahan dua raperda tersebut pada paripurna 6 April mendatang,” pungkas Laode.
Diketahui, ketiga orang yang ditetapkan tersangka oleh KPK adalah Bendahara DPD Gerindra DKI Mohamad Sanusi, Presdir PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja, dan pegawai PT APL Trinanda Prihantoro.
Kasus tersebut berhasil terbongkar dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar Kamis (31/3) malam, setelah adanya transaksi senilai Rp1,14 miliar.
Disisi lain, tak sampai dua bulan setelah ditetapkan sebagai Gubernur DKI, tepatnya 23 Desember 2014, Ahok untuk pertama kalinya menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi.
Izin tersebut dikeluarkan untuk PT Muara Wisesa Samudra (MWS), anak perusahaan APL, agar bisa melakukan pembangunan Pulau G (Pluit City) seluas 161 ha.
Pada 2015 silam, bekas politikus tiga partai itu kembali menerbitkan izin reklamasi untuk beberapa pengembang. Rinciannya, PT Jakarta Propertindo di Pulau F (190 ha).
Kemudian, PT Taman Harapan Indah (anak perusahaan Intiland) di Pulau H (63 ha), PT Jaladri Kartika Eka Pakci di Pulau I, dan PT Pembangunan Jaya Ancol di Pulau K (32 ha).
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby