Maulana Syekh Yusri dalam pengajian Shahih Bukharinya menjelaskan, bahwa baginda Nabi SAW mendidik para sahabatnya dengan lapar. Yang dimaksudkan adalah bukan tanpa makan sama sekali, akan tetapi menyudahi makan sebelum kenyang. Hal ini adalah merupakan sunnah baginda Nabi SAW sebagaimana menerapkan kepada ahli baitnya serta para sahabatnya RA

.
Sebagaimana Sayyidah Aisyah RA berkata:

“قَالَتْ وَلَمَّا فُتِحَتْ خَيْبَرُ قُلْنَا الآنَ نَشْبَعُ مِنَ التَّمْرِ”

yang artinya “ Sayyidah Aisyah berkata :” ketika Khaibar telah tertaklukkan maka kamipun berkata, barulah sekarang ini kami kenyang dari kurma”(HR. Bukhari).
Sayyidah Aisyah RA menyatakan hal ini, sebagai seorang istri baginda Nabi SAW, sehingga menunjukkan pula ihwal yang terjadi pada istri-istri baginda Nabi yang lainnya. Oleh karena itu, sayyyidah Aisyah berkata “ kami”, yaitu para ummahatul mu’minin.

Ternyata hal ini juga diikuti oleh para sahabat yang lain, sebagaimana Abdullah bin Umar RA berkata:

“مَا شَبِعْنَا حَتَّى فَتَحْنَا خَيْبَرَ ”

yang artinya “ kita tidak pernah merasakan kenyang hingga kita kalahkan Khaibar “(HR. Bukhari).
Inilah tarbiyah baginda Nabi SAW untuk para keluarga dan sahabatnya, sehingga mereka menjadi orang-orang yang Allah kehendaki untuk menyebarkan agama islam di seluruh belahan dunia.

Syekh Yusri menambahkan, bahwa berdasarkan tarbiyyah baginda inilah para mursyid thariqah mendidik murid-muridnya, yaitu dengan menyedikitkan makan. Syekh Yusri juga menambahkan, bahwa diantara tarbiyyah ahli tashawwuf kepada muridnya adalah menyedikitkan makan, tidur, berbicara, dan bergaul.

Baginda Nabi SAW bersabda :

“مَا مَلأَ آدَمِىٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ حَسْبُ الآدَمِىِّ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ غَلَبَتِ الآدَمِىَّ نَفْسُهُ فَثُلُثٌ لِلطَّعَامِ وَثُلُثٌ لِلشَّرَابِ وَثُلُثٌ لِلنَّفَسِ ”

yang artinya “ Tidaklah anak Adam itu memenuhi wadah yang lebih jelek dari pada perutnya, cukuplah bagi anak Adam beberapa suapan untuk meluruskan tulang punggungnya, maka apabila terpaksa maka sepertiga untuk makannya, sepertiga lagi untuk minumnya, dan yang sepertigal lagi untuk bernafasnya “(HR. Ibnu Majah).

Hal ini juga sebagaimana baginda Nabi berkata kepada seorang dokter yang telah dikirim oleh Al Muqauqis pembesar Mesir pada waktu itu sebagai hadiah kepada baginda atas dakwahnya untuk masuk islam, bahwa:

“ نَحْنُ قَوْمٌ لَا نَأْكُلْ إِلَا إِذَا جُعْنَا وَإِذَا اَكَلْنَا لَا نَشْبَعْ”

yang artinya “ Kami adalah kaum yang tidak makan kecuali ketika lapar, dan ketika makan tidaklah kenyang “(Kitab Sirah). Dengan hikmah inilah akhirnya sang dokterpun masuk islam, karena hikmah ini tidaklah keluar kecuali dari lisan seorang Nabi.

Syekh Yusri menambahkan pada pengajian yang lain, bahwa kita adalah di sekarang ini adalah hidup di alam hikmah, yaitu alam yang berhukum sabab musabbab, dimana Allah menjadikan sesuatu sebagai sebab dari sesuatu yang lain, seperti halnya makan adalah sebab seseorang merasa kenyang, obat sebagai wasilah mendapatkan kesembuhan, dan lain sebagainya. Dimana orang yang meninggalkan sebab di alam hikmah ini, maka dia adalah orang yang bodoh, dan orang yang mengambil sabab tanpa bersandar kepadanya adalah orang yang berhakekat.

Wallahu A’lam

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: As'ad Syamsul Abidin