Pramusaji menata makanan halal untuk delegasi pada Pertemuan Pejabat Tinggi OKI di JCC, Jakarta, Minggu (6/3). KTT Luar Biasa Ke-5 OKI mengenai Palestina dan Al-Quds Al-Sharif berlangsung 6-7 Maret 2016 di Jakarta. ANTARA FOTO/OIC-ES2016/M Agung Rajasa/pras/par/16

Jakarta, Aktual.com — Presiden RI Joko Widodo menyuguhkan hidangan makan malam khas nusantara kepada sejumlah kepala negara dan delegasi Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerja sama Islam (KTT-LB OKI), di Jakarta, Minggu (6/3).

Pada menu makan malam di hari pertama pertemuan KTT itu,
bubur kampiun yang konon memiliki arti bubur sang juara, yang diciptakan dalam situasi pascapergolakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, seakan menjadi energi bagi para kepala negara OKI untuk memperjuangkan nasib Palestina, sebagaimana menjadi isu utama dalam KTT-LB OKI, di Jakarta 6-7 Maret 2016.

KTT-LB OKI memang diagendakan menghasilkan dua dokumen penting terkait isu Palestina dan Yerusalem.

Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI Hasan Kleib dalam keterangannya beberapa waktu lalu telah menyampaikan dokumen pertama yang akan dihasilkan dari pertemuan ini berupa resolusi yang berisi penegasan kembali sikap dan posisi negara-negara OKI terhadap penyelesaian masalah di Yerusalem dan terkait kemerdekaan Palestina.

Kemudian, dokumen kedua hasil KTT Luar Biasa OKI adalah sebuah deklarasi yang berisi langkah-langkah konkret yang disepakati akan dilakukan oleh negara-negara OKI untuk menyelesaikan masalah Palestina dan Yerusalem, yang bernama Deklarasi Jakarta.

Harapan pun telah dilontarkan Duta Besar Palestina untuk Indonesia Fariz Mehdawi sejak jauh hari agar KTT-LB OKI di Jakarta pada 6-7 Maret 2016 dapat menghasilkan langkah konkret penyelesaian masalah di Yerusalem dan Palestina.

“Pemerintah Indonesia telah menunjukkan kepemimpinan dalam menyerukan upaya internasional untuk mencari pemecahan masalah di Palestina dan Yerusalem. Kami menunggu pertemuan semua pemimpin negara-negara Muslim itu terlaksana,” kata Dubes Fariz Mehdawi.

Mehdawi menghargai keterlibatan politik Indonesia melalui ASEAN, G20, dan OKI untuk lebih memobilisasi upaya kalangan internasional dalam mengatasi masalah di Palestina.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi sendiri dalam pidato pembukaan pertemuan tingkat menteri OKI menekankan isu Palestina tidak dapat diselesaikan hanya oleh satu negara.

Retno berharap KTT Luar Biasa OKI benar-benar menghasilkan resolusi bersama yang menegaskan kembali posisi, prinsip dan komitmen OKI untuk mendukung penyelesaian masalah Palestina dan Al-Quds Al-Sharif (Yerusalem).

Retno pun menegaskan kembali pentingnya pertemuan luar biasa antar negara OKI itu dalam mendukung Palestina.

“Semakin lama kita menunggu, semakin terkubur hak-hak dasar dan kebebasan masyarakat Palestina,” tegas Retno.

Pesan santap malam Dalam jamuan makan malam yang ditutup dengan bubur kampiun itu, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa KTT-LB OKI ini merupakan cerminan dukungan Indonesia untuk penyelesaian masalah Palestina yang sudah semestinya.

Presiden menekankan Indonesia sebagai negara dengan populasi 252 juta jiwa dengan mayoritas muslim merasa bangga menjadi tuan rumah KTT-LB OKI.

Presiden meyakini dengan bersatunya negara anggota OKI, masalah Palestina dapat segera diselesaikan. Dia juga menekankan harapan agar semangat perdamaian dipromosikan untuk maksud kedamaian dan menuju demokratisasi dengan menghindari adanya unsur kekerasan.

“Semoga dua semangat itu membimbing pertemuan kita,” kata Presiden Jokowi.

Secara terpisah pakar hukum internasional Universitas Islam Indonesia Jawahir Thontowi memandang KTT-LB OKI ke-5 merupakan peluang besar membuktikan peran Indonesia sebagai mediator untuk perdamaian di Timur Tengah.

Menurut Jawahir, selama ini pertemuan negara-negara anggota OKI yang telah lebih dulu diselenggarakan belum cukup membuktikan dan menghasilkan perdamaian di Timur Tengah, khususnya terkait kedaulatan Palestina.

KTT-LB ke-5 OKI seharusnya diselenggarakan di Maroko selaku Ketua Komite Al-Quds pada bulan Januari 2016. Namun Maroko menyatakan tidak sanggup untuk menjadi tuan rumah.

Pada akhirnya Presiden Palestina meminta OKI untuk menyelenggarakan KTT-LB. Kemudian Menteri Luar Negeri Palestina dan Sekjen OKI pada Desember 2015 menyampaikan permintaan kepada Indonesia melalui Menteri Luar Negeri RI untuk menjadi tuan rumah.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan