Pro-Kontra Pelibatan TNI dalam Penanggulangan Terorisme. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Proses pemberian santunan terhadap korban aksi terorisme sangat rumit. Padahal korban terorisme berhak mendapatkan kompensasi dari negara sebagaimana Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Lantaran rumitnya mekanisme ini, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemui Kapolri Jenderal Tito Karnavian guna membahas hal tersebut.

Menurut Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, LPSK banyak menangani korban terorisme, salah satu kendala korban untuk memperoleh kompensasi.

Ia mengeluh sulitnya mendapatkan surat keterangan bahwa mereka adalah korban aksi terorisme. Surat ini dikeluarkan oleh pihak kepolisian.

“Layanan hanya diberikan kepada korban kalau ada surat keterangan yang menyatakan mereka adalah korban,” ujar Haris di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (8/5).

Atas hal tersebut, Haris mengaku Kapolri memberikan tanggapan positif terkait masukan ini. Untuk menindaklanjutinya, kata dia, akan dibentuk nota kesepahaman khusus yang mengatur mengenai kebijakan pemberian kompensasi terhadap korban terorisme ini.

“Untuk korban ini harus ada pengumpulan data, penilaian terkait dengan kerugia yang dialami korban dan dibayarkan oleh negara ini,” terang Haris.

Hal ini sudah dicatat oleh Polri dan akan disampaikan kepada Densus 88 Anti Teror agar dalam proses penyelidikan juga memperhatikan kerugian yang ada pada korban sehingga pada waktunya korban mengajukan kompensasi tidak ada hambatan lagi.

Pengajuan dana kompensasi ini, prosesnya diajukan kepada Kementrian Keuangan setelah ada putusan pengadilan.

“Jadi ketika jaksa mengajukan tuntutan data itu sudah ada karena telah diproses pada saat penyelidikan dan penyidikan,” demikian Haris.

(Fadlan Syam Butho)

Artikel ini ditulis oleh: