“Kalau tidak, maka usulan yang 11 kursi ini akan cacat hukum. Namun, posisi revisi UU MD3 itu saat ini deadlock. Hasil akhir, tunggu laporan Kapoksi pada Kamis mendatang,” ujarnya.
Sementara dalam kesempatan yang sama, Dadang Rusdiana mengakui jika UU MD3 sejak awal sudah bermasalah. Dari komposisi pimpinan MPR/DPR RI itu sudah anomali karena menggunakan sistem paket. Bukan berdasarkan pemenang pemilu.
“Aneh dan tidak adil. Sehingga munculnya KMP-KIH itu tidak produktif,” kata politisi Hanura ini.
Karena itu kata Rusdiana, masalah penambahan kursi MPR/DPR ini bukan saja masalah teknis, tapi juga politik. Meski semula kemunculannya berawal untuk menghormati FPDIP sebagai partai pemenang pemilu 2014. Tapi, revisi UU MD3 ini tidak sederhana. Sedangkan kalau berdasarkan suara terbanyak pemilu, maka harus kocok ulang.
DPR sebagai institusi negara tentu harus akuntabel dimana kalau keputusannya salah akan makin membuat buruk citra DPR, makanya revisi itu perlu pertimbangan mendalam.
“Jangan terlalu jauh, harus sesuai dengan harapan publik. Kalau tidak, DPR akan repot sendiri dengan opini publik di tengah kinerja DPR yang belum optimal ini. Jadi, kita harus responsif terhadap aspirasi dan kebutuhan publik,” pungkasnya.
Laporan: Nailin in Saroh
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid