Ratusan warga kolong tol Ir. Wiyoto Wiyono Penjaringan yang tergabung dalam Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) ,melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD DKI Jakarta, Jalan. Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (5/4/2016). Dalam aksi warga kolong tol Ir. Wiyoto Wiyono mendesak kepada para anggota DPRD DKI untuk menolak penggusuran dan menolak rumah susun yang berbayar.

Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta tidak hanya menyegel dan menggeledah ruangan ruangan penerima dan pemberi suap dalam kasus pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) RZWP-3-K dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

KPK juga diminta menggeledah ruangan kerja pihak Pemerintah Propinsi DKI Jakarta guna mencari barang bukti sekaligus mengantisipasi upaya penghilangan barang bukti. Sebab penyusunan Raperda tidak hanya dilakukan di DPRD, melainkan juga di Pemprop DKI Jakarta.

“Harusnya eksekutif juga digeledah, disegel, karena disitu tempat awal raperda diusulkan. Logikanya sederhana, penyusunan dan pengusulan awalnya kan dari eksekutif,” terang Direktur Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia, Syamsuddin Alimsyah, kepada Aktual.com, Selasa (5/4).

Diungkapkan dia, dalam penyusunan draft Raperda diketahui ada beberapa kali pertemuan di Pemprop DKI Jakarta. KOPEL mencatat salah satu pertemuan itu berlangsung di Kantor Bandan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Salah satu yang dibahas menyangkut kewajiban pengembang 15 persen atau 5 persen yang mengemuka dalam pembahasan Raperda Zonasi.

“Ada beberapa pertemuan juga setelah itu di eksekutif. Kalau tidak segera digeledah bisa-bisa barang bukti akan hilang. Bagi saya, KPK harus segera menggeledah, seluruh hasil pertemuan demi pertemuan itu penting bagi KPK,” tegas Syam, sapaannya.

Apalagi, dalam catatan KOPEL pembahasan diluar DPRD itu menyepakati sedikitnya 11 dari 13 pasal yang direncanakan dalam Raperda Zonasi.

“Kenapa rapatnya diluar, tidak ada (anggota) DPRD. KPK tidak boleh berhenti pada Sanusi saja, karena ini korupsi kebijakan. KPK harus berani membongkar semua dari hulunya. Boleh jadi Sanusi hanya calo saja,” demikian Syam.

Artikel ini ditulis oleh: