Jakarta, Aktual.com — Kendati Bank Indonesia (BI) mendukung disahkankannya RUU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty, namun pihaknya melihat dana repatriasi atau pulang kembali setelah adanya tax amnesty ini hanya Rp570 triliun.
Angka ini jelas sangat kecil, mengingat yang disebutkan oleh pemerintah sangat bombastis mencapai Rp11.400 triliun atau setara dengan Produk Domestik Bruto (PDB).
“Kami perhitungkan ada sekitar Rp570 triliun dana repatriasi yang akan masuk dengan adanya tax amnesty ini. Dana-dana yang masuk ini saya kira akan berdampak luas,” ujar Gubernur BI, Agus DW Martowardojo, saat pembahasan RUU Tax Amnesty dengan Komisi XI DPR, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (25/4).
Agus menegaskan, pembahasan RUU TA ini memang terus diperhatikan pihaknya, karena akan memiliki dampak luas tidak hanya berkesinambungan pembiayaan pembangunan, tetapi juga memiliki potensi implikasi terhadap stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan yang harus diantisipasi dengan tepat.
“Makanya, dengan adanya repatriasi ini, harus disambut dengan perbaikan sistem dan administrasi perpajakan,” ingat Agus.
Menurut dia, jika pemerintah memperbaiki sistem perpajakannya dengan adanya dana repatriasi ini, maka dia berharap hal ini dapat meningkatkan tax ratio sekaligus menjadikan pajak lebih optimal dalam pembiayaan pembangunan ekonomi.
“Karena dengan adanya dana yang berhasil ditarik selain berpotensi meningkatkan penerimaan pajak, juga bermanfaat jika diinvestasikan di dalam negeri,” terang dia.
Namun meski begitu, BI juga tidak seoptimis pemerintah terhadap dana pajak yang terkumpul dari program tak amnesty ini. Selama ini, pemerintah menargetkan ada dana masuk dari Tax Amnesty ini sebesar Rp60 triliun.
“Kalau BI melihatnya hanya akan terkumpul sebanyak Rp40 triliun dari pengampunan pajak ini,” sebut Agus.
Akan tetapi di sisi lain, Agus juga mengakui pengampunan pajak penting untuk pembangunan sektor keuangan. Yaitu dapat menggenjot likuiditas keuangan.
“Indikator yang tercermin itu dari rasio uang beredar terhadap PDB yang masih rendah dan belum kembali sebelum krisis 97/98 silam yang mencapai 60 persen,” tegas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan