Jakarta, Aktual.com — Ketua Dewan Pengarah Perubahan Iklim Sarwono Kusumaatmadja mengatakan, metode penghitungan emisi energi termasuk transportasi dan sampah perlu segera dibuat.

“Selama ini yang dianggap berperan besar dalam menghasilkan emisi adalah tutupan lahan, tapi nanti energi pasti akan lebih besar,” kata Sarwono pada lokakarya konsultasi publik Sistem Penghitungan Karbon Nasional Indonesia (Indonesian National Carbon Accounting System/INCAS) di Jakarta, Kamis (1/10).

Saat ini Indonesia baru memiliki INCAS sebagai dasar perhitungan bagi emisi sektor berbasis lahan untuk mendukung MRV (mengukur, melaporkan dan memverifikasi) Gas Rumah Kaca (GRK) nasional dan pelaporan internasional.

Kemampuan untuk bisa mengukur emisi GRK merupakan langkah awal yang sangat penting untuk mengelola dan akhirnya mengurangi emisi secara efektif.

Menurut Sarwono, emisi-emisi dari sumber lain seperti transportasi udara dan laut, limbah dan energi harus diantisipasi dari sekarang.

“Emisi dari penerbangan dan transportasi laut belum dilaporkan, padahal negara kita negara kepulauan dan interkoneksinya lewat transportasi penerbangan dan laut. Kita akan punya emisi yang besar,” tuturnya.

Dia menyatakan bahwa MRV harus ditempatkan pada konteks yang lebih luas dan harus tepat khususnya untuk Indonesia.

“Yang penting konteks. Kita maju dalam pertemuan internasional tidak bawa konteks kita tapi main di konteks orang lain, misalnya, seperti adaptasi,” jelas dia.

Indonesia sebagai negara yang rawan bencana seharusnya tidak lagi hanya mengedepankan mitigasi dalam penanganan dampak perubahan iklim, tapi juga adaptasi.

Kepala Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Henri Bastaman mengatakan, ke depan akan dikembangkan juga metode pengukuran emisi energi, transportasi dan limbah.

“Kami akan coba duduk bersama kementerian terkait supaya kita punya satu metodelogi yang sama,” kata Henri.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan