Ankara, Aktual.com – Turki tak berpangku tangan atas aksi Amerika Serikat (AS) yang telah ‘membunuh’ lira, mata uang negara itu.
Kali ini, negara kebab ini memutuskan untuk melipat gandakan tarif pajak pada beberapa barang dari AS di tengah ketegangan di antara kedua negara.
Beberapa barang itu adalah mobil penumpang, alkohol dan tembakau. Dilansir dari Al Jazeera, aksi ini disebut sebagai pembalasan dari ‘serangan yang disengaja’ kepada Turki.
Hal ini diumumkan pada Rabu (15/8) kemarin setelah diterbitkannya sebuah surat keputusan dalam lembaran resmi yang ditandatangani oleh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.
Tidak tanggung-tangung, Erdogan menggandakan tarif pada mobil penumpang menjadi 120%, pada minuman beralkohol hingga 140%, dan pada tembakau hingga 60%.
Selain itu, kenaikan tarif juga diberlakukan untuk barang-barang seperti kosmetik, beras dan batu bara.
“Bea impor meningkat pada beberapa produk, di bawah prinsip timbal-balik, sebagai tanggapan atas serangan yang disengaja oleh pemerintah AS terhadap ekonomi kita,” kata Wakil Presiden Turki Fuat Oktay dalam media sosial Twitter.
Menteri Perdagangan Ruhsar Pekcan mengatakan penggandaan tarif bea akan menjadi 533 juta dolar AS.
Sebelumnya, Turki juga memboikot semua barang-barang elektronik buatan AS, termasuk produk iPhone, pada Selasa (14/7) kemarin. Hal ini dilontarkan langsung oleh Erdogan.
Aksi ‘galak’ Turki ini ditengarai oleh krisis keuangan kronis dengan runtuhnya mata uangnya. Lira Turki telah kehilangan lebih dari 45 persen nilainya sejak 2017.
Pada Senin (13/8) lalu, lira Turki mencapai rekor terendah 7,24 terhadap dolar AS dalam perdagangan Asia Pasifik.
Pendeta Brunson
Krisis ini diawali oleh penggandaan tarif baja dan alumunium Turki oleh AS. Presiden AS, Donald Trump ingin menggertak Turki agar membebaskan pendeta Kristen Evangelis Andrew Brunson, yang ditahan atas tuduhan terorisme selama dua tahun terakhir.
Brunson, yang telah tinggal di Turki lebih dari dua dasawarsa, dituduh membantu pendukung Fethullah Gulen, tokoh agama yang tinggal di Amerika Serikat.
Pemerintah Turki mengatakan Gulen adalah dalang usaha kudeta pada 2016 terhadap Presiden Tayyip Erdogan. Brunson ditahan dua tahun lalu dan menghadapi ancaman hukuman sampai 35 tahun penjara jika terbukri bersalah.
Pendeta itu juga dituduh melakukan kegiatan mata-mata selain hubungan dengan Fethullah Gulen serta Partai Pekerja Kurdistan (PKK).
Namun, pengadilan Turki telah menolak permohonan pembebasan Brunson pada Rabu kemarin.
Dalam suatu kesempatan, Erdogan menolak tudingan yang menyebut lemahnya fundamental ekonomi Turki sebagai sebab musabab krisis ini. Dengan tegas, ia mengatakan bahwa Turki adalah target perang ekonomi.
Erdogan pun mendesak Turki untuk menjual dolar dan euro mereka untuk menopang mata uang nasional, dan menekan produsen untuk menahan membeli dolar. Pemimpin Turki itu juga menuduh AS menikam Turki “dari belakang”.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan