Jakarta, Aktual.com — Sutradara kawakan Garin Nugroho tampaknya memberikan nuansa baru dalam menyajikan karya seninya di dunia perfilman. Balutan nuansa bisu dan jenis film kuno tampaknya menjadi acuan Garin untuk garap film, yang baru digarapnya.

Dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Senin (22/8) Garin mengaku sedang menggemari film bernuansa kuno. Apalagi, dia mengaku sudah bosan untuk membuat film konvensional sehingga dia melakukan eksperimen untuk memajukan film di dalam negeri.

“Jujur saja saya sudah agak bosan dengan film suara. Dulu BCL (Bunga Citra Lestari) pernah marah ke saya karena ketiduran saat ‘shooting’. Itu karena saya saking bosannya dengan film suara,” ujar Garin menceritakan.

Rasa bosan yang dia rasakan juga muncul akibat lamanya proses produksi film suara dibandingkan dengan film bisu. Dia mencontohkan, untuk film bisu bisa dikerjakan hanya dalam waktu satu minggu, sedangkan film suara bisa mencapai dua kali lipatnya atau lebih.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam kesempatan yang sama Garin Nugroho turut mengenalkan karya perdana film bisu hitam-putih berjudul Setan Jawa, yang dia produksi untuk memperingati 35 tahun berkarir di industri perfilman Indonesia.

Film tersebut mengenalkan konsep baru dalam seni akting, selain menampilkan konsep film bisu dan hitam-putih, film yang digarap selama satu minggu di Solo dan Yogyakarta itu turut menampilkan konsep Magic Realism atau fenomena mistik untuk menarik penonton.

Setan Jawa dikisahkan dalam bingkai sejarah periode awal abad ke-20 sebagai konsep waktu yang menarik untuk dieksplorasi, memungkinkan ekspresi film ini bergerak antara tradisi kontemporer dan beragam silang disiplin budaya.

Film tersebut menceritakan Setio (diperankan Heru Purwanto) merupakan pemuda miskin yang jatuh cinta dengan Asih (diperankan Asmara Abigail), seorang putri bangsawan Jawa.

Cinta Setio membuatnya memberanikan diri untuk melamar Asih yang berbuah dengan penolakan. Akhirnya Setio mencari keberuntungan dengan melakukan kesepakatan dengan Iblis atau umum dikenal dengan pesugihan Kandang Bubrah, untuk mencari kekayaan agar bisa melamar Asih.

Asih kemudian mengetahui bahwa suaminya menjalani laku pesugihan Kandang Bubrah, dan membuatnya memberanikan diri untuk menemui Setan (Luluk Ari) yang memberikan suaminya kekayaan dan meminta pengampunan agar ketika suaminya meninggal tidak menjadi tiang penyangga rumah.

Film bisu hitam-putih pertama di Indonesia akan diputar di berbagai negara di Australia, Asia, Eropa, dan Amerika serta berkolaborasi dengan sejumlah seniman musik dari negara-negara tersebut.

Selanjutnya, film bisu hitam putih dengan iringan musik gamelan live pertama di Indonesia itu juga akan tampil di Jerman, Amerika, Filipinan, dan berbagai negara lainnya.

Hal menarik lainnya adalah, alasan penggunaan konsep film bisu dalan film itu ialah agar para pemusik atau komposer dari negara-negara yang bersangkutan bisa memasukan aliran musik sesuai dengan keinginan.

Misalnya saja saat Setan Jawa ditayangkan di Jerman akan diiringi dengan musik ala DJ, sementara di Filipina rencananya akan menggunakan musik aliran Rock sebagai pengiring live saat film tersebut ditayangkan.

Dengan konsep seperti ini maka akan memunculkan nuansa dan interpretasi yang berbeda-beda di setiap negara. Karena, kata Garin, memang tidak mau pemahaman penonton sama dengan pemahamannya.

Hal tersebut akan menjadi sebuah konsep yang sangat menarik karena selain menampilkan bentuk film yang baru, dimana sebuah film diiringi tembang atau musik secara langsung, juga mampu menjadi sebuah bentuk kerja sama baru di bidang kesenian dengan berbagai negara.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu