Jakarta, Aktual.com — Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, membantah dana pemerintah daerah (Pemda) mengendap di bank. Menurutnya, anggaran Pemda pada dasarnya selalu terserap habis setiap tahun. Bahkan, banyak Pemda justru mengalami defisit anggaran.

Hal ini menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang sebelumnya meminta maaf kepada Pemda terkait dana kas daerah mengendap di bank daerah karena belum terserap.

Said menilai pernyataan tersebut tidak sepenuhnya tepat dan cenderung menimbulkan persepsi keliru.

“Saya 13 tahun di Badan Anggaran, setahu saya pemerintah daerah itu anggarannya pasti selalu habis. Kalau sekarang diindikasikan ada dana yang ‘nongkrong’ di bank, itu bagian dari proses pelaksanaan program. Jadi ada yang sudah, sedang, dan akan dijalankan. Tidak mungkin daerah sengaja menyimpan anggarannya,” ujar Said usai rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/11/2025).

Politisi PDI Perjuangan itu menambahkan, kondisi fiskal daerah saat ini justru tengah defisit dan sangat membutuhkan dana tambahan. Karena itu, menurutnya, tidak logis jika ada daerah yang sengaja menahan atau tidak menggunakan anggaran yang sudah disetujui.

“Daerah lagi minus anggaran, lagi butuh dana. Masa disimpan? Itu tidak masuk akal,” tegasnya.

Kereta Cepat Whoosh

Said juga menyoroti persoalan proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) yang kini menjadi sorotan publik. Ia menjelaskan, proyek tersebut pada awalnya merupakan kerja sama business to business (B2B), sebelum kemudian diambil alih oleh pemerintah.

“Awalnya B2B, setelah diambil pemerintah, tentu risiko dan pembiayaan menjadi tanggung jawab bersama. Sahamnya 60 persen kita, 40 persen Tiongkok, berarti beban modal dan utang juga dibagi sesuai porsi,” jelas Said.

Menurutnya, setelah proyek kereta cepat berada di bawah Danantara (Holding BUMN), tanggung jawab keuangan termasuk liabilitas dan utang KCIC tidak lagi berada di bawah Kementerian Keuangan.

“Ketika BUMN itu tidak lagi di bawah bendahara umum negara, maka kewajiban penyelesaian seluruh proses, termasuk hutang KCIC, ada pada Danantara. Itu wajar dan logis,” ujarnya.

Namun, Said menegaskan, jika Presiden Prabowo nantinya memutuskan untuk membebankan sebagian utang KCIC kepada APBN, hal itu merupakan keputusan kebijakan yang perlu dilihat lebih lanjut.

“Kita tunggu bagaimana kebijakan Bapak Presiden. Kalau nanti hutangnya dibebankan ke APBN, tentu harus ada dasar kebijakan yang kuat,” imbuhnya.

Menanggapi pertanyaan soal kemampuan fiskal Indonesia menanggung berbagai program besar di bawah pemerintahan mendatang, termasuk program Presiden Prabowo, Said menyebut kondisi keuangan negara masih tergolong aman.

“Ini bukan soal sanggup atau tidak. Fiskal kita masih oke, masih baik. Cadangan anggaran dan DBA (Dana Bagi Hasil) juga ada,” katanya.

Meski demikian, Said mengingatkan agar pemerintah tetap berhati-hati dalam mengelola fiskal dan fokus memperkuat sektor riil.

“Cadangan itu harus digunakan untuk sektor riil agar prioritas ekonomi terus meningkat,” ujarnya.

Politisi asal Madura itu juga mendukung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan penyelidikan terhadap proyek-proyek strategis nasional, termasuk KCIC.

Namun, ia mengingatkan agar upaya pengawasan dan penegakan hukum tidak sampai menghambat pembangunan infrastruktur yang bernilai strategis bagi perekonomian nasional.

“KPK segera melakukan penyelidikan, itu baik. Tapi jangan sampai menghilangkan program yang dalam tanda kutip sangat berharga,” tuturnya.

Laporan: Taufik Akbar Harefa

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi