Jakarta, Aktual.com — Pembangunan proyek kereta cepat yang terintegrasi dengan PT Perkebunan Nusantara VII (PTPN VII) sebagai permainan Presiden Jokowi untuk memberikan ‘jembatan’ kepada sejumlah pengembang properti dalam penguasaan lahan di walini (PTPN VII) seluas 3.000 hektar.
Partai Rakyat Demokratik (PRD) mensinyalir sejumlah pengembangan properti berikut Agung Podomoro, Sinarmas, Lippo serta Disneyland terlibat dalam pengaturan skema tersebut.
“Dalam setiap proyek pembangunan infrastruktur yang menggunakan dana dari utang luar negeri dan melibatkan pihak swasta, sarat dengan kepentingan investor, begitu pula yang terjadi di proyek kereta cepat Jakarta-Bandung,” kata Aktivis PRD, Alif Kamal kepada Aktual.com, Rabu (24/2).
Dia mencermati bahwa Presiden Jokowi memiliki orientasi keliru dalam membangun Infrastruktur, pembangunan kereta cepat adalah tindakan yang menggadaikan aset negara.
“Seperti yang terjadi dalam proyek kereta cepat ini adalah menggadaikan aset negara kita, orientasi pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Jokowi hanyalah untuk menopang modal asing,” sebutnya.
Menurutnya pemerintah seharusnya melakukan pembangunan infrastruktur transportasi yang berkaitan dengan industri nasional, hal ini guna mengefisienkan biaya sirkulasi logistik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pernyataan diatas senada dengan pernyataan Ketua Komisi VI DPR-RI, Achmad Hafisz Tohir, pemerintah mesti mendorong pertumbuhan ekonomi kerakyatan. Sedangkan pembangunan kereta cepat, hanya akan semakin mendorong tingkat kesenjangan yang semakin melebar.
“Properti itu akan laku manakala pertumbuhan ekonomi kita naik, sekarang bagaimana menjual properti tersebut kalau ekonomi kita mandeg, jadi konsumsi masyarakat harus dinaikkan dengan cara menaikan konsumsi dan daya beli,” tuturnya di Jakarta, Senin (22/2).
Lebih lanjut Tohir mengatakan bahwa seharusnya jalan pikiran pemerintah memikirkan rakyat kecil, menyediakan infrastruktur rakyat kecil dengan cara membangun jalan lintas desa agar akses distribusi barang menjadi lancar dan efisiensi, dengan begitu akan terbangun ekonomi kerakyatan yang semakin kuat.
“Kalau ekonomi kita tidak naik, siapa yang akan mengunakan kereta cepat? Dijual Rp200 ribu aja rakyat kecil masih mikir. Seharusnya pemerintah menunaikan janjinya berapa ribu titik pembangunan, kereta cepat tidak masuk dalam janji pemerintah, maka sudah tidak sesuai dengan nawacita, terlebih ini menyimpang dari konsep RPJM nya Jokowi,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka