Petugas memeriksa salah satu pipa di Kilang RU (Unit Pengolahan) V Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis (14/4). Melalui program "Refinery Deveploment Master Plan", Pertamina akan meningkatkan kapasitas Kilang RU V dari 260 MBSD (ribu barel per hari) menjadi 360 MBSD. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/16.

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah diminta mengkaji kembali kebijakan pembangunan kilang mini, karena kilang tersebut dinilai tidak ekonomis dan tidak mempunyai fleksibilitas dalam pengolahan untuk menghasilkan varian produk.

Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Inas Nasrullah Zubir mencontohkan berbagai kilang mini di luar negeri mengalami kerugian dan dilakukan penutupan.

Oleh karena itu tegasnya, keinginan pemerintah tersebut harus dilihat secara mendalam dan bukan hanya berlandaskan persoalan lapangan marjinal. Lebih-lebih dia mengkuatirkan pembangunan kilang tersebut sebagai modus pihak tertentu untuk memasok alat bekas dari luar negeri yang kilang mininya sudah tidak beroperasi.

“Kilang mini ini hanya bisa memprodusi solar dan fuel oil, dia tidak bisa memproduksi gasoline. Ini harus jadi pertimbangan oleh pemerintah. Semua kilang mini di Cina itu ditutup semua dan saya khwatir banyak peralatan kilang itu sudah mau dijual karena tidak boleh lagi di Cina, nanti malah alat-alat bekas itu malah pindah ke sini, celaka ini,” kata Inas, Jumat (7/10)

Sebagaimana diketahui, pemerintah akan membangun kilang mini yang direncanakan pada 8 klaster yaitu Klaster I-Sumatera Utara (Rantau dan Pangkalan Susu). Kluster II-Selat Panjang Malaka (EMP Malacca Strait dan Petroselat), Klaster III-Riau (Tonga, Siak, Pendalian, Langgak, West Area, Kisaran), Klaster IV-Jambi  (Palmerah, Mengoepeh, Lemang dan Karang Agung)

Sedangkan klaster V-Sumatera Selatan (Merangin II dan Ariodamar), Klaster VI-Kalimantan Selatan (Tanjung), Klaster VII-Kalimantan Utara (Bunyu, Sembakung, Mamburungan dan Pamusian Juwata) dan Klaster VIII-Maluku (Oseil dan Bula).

(Laporan: Dadangsah)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka