Jakarta, Aktual.com — Ketua komisi D Bidang Pembangunan DPRD DKI Jakarta, Muhammad Sanusi menilai, pembangunan kereta ringan (light rail transit/LRT) memerlukan pembentukan panitia khusus (pansus). Hal tersebut dikarenakan kalau LRT itu menggunakan dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) DKI.
Namun, dia mengaku DPRD khususnya komisi bidang pembangunan, belum pernah sama sekali dilibatkan dalam rencana pembangunan LRT tersebut.
“Kalau pakai APBD, proyek LRT ini dipastikan multiyears atau tahun jamak sehingga diperlukan ijin dewan. Kalau multiyears, harus ada pansusnya, harus dipresentasikan, DEDnya (detail engineering design) sudah ada belum, FSnya (feasibility study) sudah ada belum? Ini kan belum pernah disampaikan ke dewan. Memang tujuannya baik tapi dewan belum pernah dilibatkan,” kata Sanusi saat dihubungi wartawan, Rabu (24/6).
Kendati demikian diakui Sanusi sapaan akrabnya, secara makro proyek LRT itu sudah tersirat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2012-2017. Namun, mega proyek kereta ringan ini, sama sekali belum tertuang dalam peraturan daerah Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Detail Tata Ruang. Politisi Gerindra ini pun menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta melibatkan DPRD dalam melakukan pembahasannya.
“Dalam mengatasi kemacetan, di RPJMD, maka pemerintah daerah harus melakukan peningkatan moda transportasi massal, tidak disebutkan busway atau LRT atau MRT, kedua harus meningkatkan root ratio atau rasio jalan, melebarkan jalan atau menambah jalan. Ketiga, menagement traffic, salah satunya ERP, park and Ride, U turn, dll. Sementara pada RTRW 2012, LRT tidak ada garis jalannya, berarti tahun itu tidak direncanakan adanya pemikiran bangun LRT, yang ada hanya busway, MRT, dan monorel. Maka harus dijelaskan ke dewan,” tuturnya.
Terkait pengananan kemacetan dengan LRT ini, Sanusi meminta Pemprov DKI segera mempresentasikan megaproyek itu ke hadapan DPRD DKI secara detail. Meski Sanusi baru menganggapnya hanya sebatas wacana, Sanusi mengingatkan bahwa proyek LRT tersebut harus memiliki payung hukum dalam pembangunannya.
“LRT ini belum ada dalam RTRW, sehingga eksekutif perlu detail menjelaskannya. Payung hukumnya apa, dasarnya apa, makanya mereka perlu komitmen dari dewan untuk menyetujui. Kalau buat saya, LRT ini hanya wacana. Secara prinsip, LRT ini menguntungkan atau tidak? Ini kan untuk kepentingan publik, nanti ujungnya harus ada tarif, tentu harus ijin dewan. Kalau selama ini tidak diajak bicara, kemudian dia minta tarif, dewan pasti bingung,” tukasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid