Jakarta, Aktual.com – Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,3% pada 2018. Hal ini diungkapkan Bank Dunia dalam laporannya yang bertajuk Indonesia Economic Quarterly edisi Maret 2018 yang dirilis Selasa (27/3) di Jakarta.
Meski lebih tinggi dibandingkan 2017 dan 2016, ada beberapa risiko terhadap proyeksi tersebut. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 dan 2016 masing-masing mencapai 5,1% dan 5%.
“Ini termasuk perdagangan global yang lebih lambat, sementara di tingkat domestik semakin melambatnya pertumbuhan konsumsi sektor swasta yang menjadi sumber lebih dari separuh PDB negara,” kata Country Director Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Rodrigo Chaves.
Menurut Chaves, pertumbuhan 2017 lebih cepat terjadi lantaran adanya investasi dan ekspor neto yang lebih kuat, yang juga terangkat oleh perdagangan global yang lebih baik dan berlanjutnya pemulihan harga komoditas.
Selain itu, investasi publik juga mendukung pertumbuhan, dengan total belanja pemerintah yang tumbuh paling cepat dalam tiga tahun belakangan.
“Kebijakan ekonomi makro yang lebih baik telah berkontribusi pada pertumbuhan investasi yang mencapai tingkat tertinggi dalam lima tahun terakhir,” tuturnya.
Chaves berpendapat, Indonesia perlu mempercepat investasi secara signifikan di luar sektor pertambangan dengan mempertimbangkan penggabungan kombinasi kebijakan yang berani dan berdampak. Cara ini disebutnya akan membuka perekonomian.
Dalam laporannya, Bank Dunia menekankan pentingnya pengumpulan pendapatan yang lebih banyak dan membelanjakannya dengan lebih baik bagi sebuah negara. Hal ini disebut Bank Dunia akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Selama 15 tahun terakhir, kebijakan fiskal telah berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan menjaga stabilitas makro.
Namun, kebijakan fiskal dianggap dapat berperan lebih besar untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif. Menurut Chaves, Indonesia dapat mengurangi ketimpangan dengan meningkatkan jumlah dan efisiensi pengeluaran yang bermanfaat bagi 60% rakyatnya yang masih berada di kelas bawah.
“Sebagian besar pengeluaran ini, seperti untuk sektor kesehatan dan pendidikan, juga kesempatan mengatasi ketimpangan dan membangun fondasi untuk pertumbuhan yang kuat di masa depan,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan