Jakarta, Aktual.co — Dalam prospek pertumbuhan dunia terbaru, Bank Dunia memangkas perkiraannya untuk pertumbuhan 2015 menjadi 2,8 persen, dibandingkan dengan ekspansi 3,0 persen yang diperkirakan pada Januari. Sementara ekonomi dunia masing-masing akan tumbuh 3,3 persen dan 3,2 persen pada 2016 dan 2017.
Penurunan proyeksi tingkat pertumbuhan itu disebabkan oleh kontraksi AS pada kuartal pertama, pembalikan ekonomi yang lambat di Eropa dan Jepang, serta pelambatan ekonomi di Tiongkok. Pun karena banyak negara maju menghadapi masalah terkait harga komoditas yang lebih rendah hingga prospek tingginya jumlah kredit. 
“Negara-negara berkembang merupakan mesin pertumbuhan global saat krisis finansial tapi kini mereka menghadapi situasi ekonomi yang sulit,” kata Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim seperti dikutip laman CNBC, Kamis (11/6).
Bank Dunia juga menurunkan proyeksi pertumbuhan negara-negara berkembang dari 4,8 persen menjadi 4,4 persen pada 2015. Bank Dunia juga memangkas proyeksi pertumbuhan tahun depan dari 5,3 persen menjadi 5,2 persen.
Harga minyak dan komoditas lain yang lebih rendah telah mendorong perlambatan di sejumlah negara berkembang yang bergantung pada ekspor sumber daya alam.
Negara-negara berkembang juga harus bergulat dengan nilai tukar rupiah yang melemah, terdorong penguatan luar biasa dolar AS menyusul isu kenaikan suku bunga AS dalam waktu depan.
Pelemahan nilai tukar mata uang terhadap dolar kini menyentuh level tertinggi di negara-negara berkembang yang juga ikut mempengaruhi proyeksi pertumbuhan ekonomi negara. Real Brasil dan ringgit Malaysia misalnya telah menurun 17 persen dan 7 persen terhadap dolar AS sepanjang tahun ini.
Ketika The Fed menaikkan suku bunga, tantangan pun segera dimulai. Biaya kredit menjadi lebih tinggi di negara berkembang begitu pula volatilitas pasar. Sementara ekonomi global akan tumbuh perlahan.
Negara-negara berpendapatan tinggi diprediksi tumbuh 2 persen tahun ini, 2,4 persen pada 2016 dan 2,2 persen pada 2017. Bank Dunia mengatakan, proyeksinya naik untuk negara-negara berpendapatan tinggi. Meski begitu, pertumbuhan itu jelas bukan tanpa tantangan

Artikel ini ditulis oleh: