Jakarta, Aktual.com — Pimpinan Organisasi Papua Merdeka (OPM) Jeffrey Pagawak berkilah atas tuduhan penculikan yang dilakukan dirinya terhadap dua warga negara Indonesia di Papua Nugini, pada Rabu (9/9) lalu.

Kepala Bagian Penerangan Umum Div Humas Polri Kombes Pol Suharsono, mengungkapkan bahwa Jeffrey sempat menghubungi Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw.

Kepada Paulus, Jeffrey mengaku tidak tahu manahu soal dugaan penculikan yang berujung pada penyanderaan tersebut.

“Bahkan dia (Jeffrey) bilang akan membantu mencari keberadaan dua WNI (warga negara Indonesia) untuk dikembalikan,” kata Suharsono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (17/9).

Sejauh ini, polisi menduga pelaku penculikan ini adalah warga negara Indonesia. Meski demikian, belum diketahui siapa terduga pelaku penculikan yang dimaksud.

Sebelumnya, tentara Papua Nugini telah menemukan perkemahan para pelaku. Namun, di lokasi tersebut sudah tidak ada aktivitas apa-apa.

“Pelaku sudah berpindah tempat, maka tentara Papua Nugini dan masyarakat setempat melakukan pencarian,” jelas Suharsono.

Sementara itu saat dihubungi, Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw membenarkan hal tersebut. Dia mengatakan, Jeffrey menghubunginya pada 12.00 WITA dan menawarkan bantuan untuk mengembalikan dua WNI itu.

Dia juga mengatakan, polisi belum bisa menduga siapa sebenarnya pelaku penyanderaan ini. Namun demikian, kata Paulus, menurut informasi yang ia terima, hingga kini kondisi para sandera sehat.

“Nantilah, kita baru dapat kabar menemukan objek itu (tempat persembunyian atau camp pelaku), tapi orangnya sudah berpindah,” tandasnya.

Sebelumnya, Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyebut peristiwa ini didalangi oleh Jeffrey. Sementara itu, juru bicara OPM Saul Bomay, menyebut penyanderaan itu dipimpin oleh Lucas Bomay dari Dewan Komando Revolusi Militer OPM Republik Papua Barat.

Menurut Saul, berbeda dengan Lucas yang memimpin operasi di lapangan, Jeffrey lebih banyak bekerja di belakang meja atau di belakang layar. Jeffrey, kata Saul, adalah juru runding OPM yang kerap berada di luar negeri. “Dia lebih pada diplomasi internasional,” ujarnya.

Sementara itu, Koordinator National Papua Solidarity Zely Ariane menyebut banyak kelompok yang menggunakan nama OPM dalam melakukan aksi kekerasan di bumi Cendrawasih.

“Pertama, kalau dari kebiasaan melihat OPM melakukan sesuatu, yang pertama harus dilihat adalah OPM siapa. Karena mudah sekali melabeli kelompok itu sebagai OPM,” ucapnya.

Dia menilai, kemungkinan penyanderaan dilakukan oleh organisasi tak jelas. Permintaan pertukaran dua warga Indonesia dengan tersangka kasus ganja dan narkotik yang ditahan di Polres Keerom terlalu remeh jika dilakukan OPM.

“Yang pegang senjata itu bukan cuma OPM dan tentara. Ada juga gerakan tambahan. Tapi karena tidak ada pengusutan yang jelas, jadi orang terlalu mudah untuk menyebut OPM,” bebernya.

Kedua warga yang diculik adalah Sudirman (28) dan Badar (20). Mereka adalah penebang kayu yang bekerja pada perusahaan penebangan di Skofro, Distrik Keerom, Papua, yang berbatasan dengan Papua Nugini. Mereka diserang saat sedang bekerja mengolah kayu di Keerom, kemudian dibawa ke Vanimo, Papua Nugini, dan disandera.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan