Jakarta, Aktual.co — Mantan menteri kehutanan Zulkifli Hasan dan Direktur Jenderal Planalogi Kemenhut Bambang Supijanto berbeda pandangan mengenai kemungkinan perubahan SK.673/Menhut-II/2014 yang berisi tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1,64 hektar di provinsi Riau.
“SK 673 sudah final. Itu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010, dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2009,” kata Bambang saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Bambang menjadi saksi untuk terdakwa Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Riau Gulat Medali Emas Manurung yang didakwa memberikan uang sejumlah 166.100 dolar AS (sekitar Rp2 miliar) kepada Gubernur Riau 2014-2019 Annas Maamun.
Padahal mantan menhut Zulkifli Hasan saat bersaksi di pengadilan pada 5 Januari 2014 lalu menyatakan bahwa SK yang ditandatanganinya itu masih dapat direvisi sehingga membuka peluang untuk Annas Maamun mengajukan revisi.
“SK itu belum mengikat secara hukum karena baru rancangan perubahan, itulah SK yang saya sampaikan ke Gubernur Riau waktu ulang tahun Riau. Berdasarkan peraturan perundangan kami harus menghargai hak-hak pihak ketiga misalnya masyarakat adat atau penduduk setempat untuk melakukan perbaikan,” ungkap Zulkifli pada Senin (5/1).
Karena masih membuka peluang untuk melakukan revisi, maka Gubernur Riau Annas Maamun pun mengajukan Surat Gubernur Riau No 050/Bappeda/58.13 tangal 12 Agustus 2014 perihal Mohon Pertimbangan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di provinsi Riau yang disampaikan kepada Zulkifli oleh Wakil Gubernur Riau Arsyad J Rachman pada 14 Agustus 2014 dan juga SK Gubernur Riau No 050/Bappeda/8516 pada 19 September 2014.
Menurut Bambang, SK 673 itu sendiri merupakan hasil dari proses perhitungan rancangan tata ruang wilayah di Riau yang membutuhkan waktu pembuatan selama lima tahun sehingga merupakan revisi atas SK yang ditandatangani sebelumnya pada 2009.
“SK 673 itu hasil pembahasan akhir. Tidak ada regulasi untuk merevisi. Dari tipologi kita respon, parsial yaitu Pak Bupati, existing dari masyarakat, setelah itu kita sampaikan, atas kekurangan dari Gubernur,” ungkap Bambang.
Sependapat Senada dengan Bambang, bawahannya, Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Kemenhut Mashud juga menyatakan bahwa SK.673/Menhut-II/2014 merupakan hasil final berdasarkan peraturan pemerintah.
“SK 673 itu sudah final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010, dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2009,” tambah Mashud.
Sehingga dua usulan yang diajukan Gubernur Riau Annas Maamun untuk mengubah SK 673 yaitu pada 14 Agustus 2014 dan 19 September 2014 tidak ditindaklanjuti oleh Mashud.
“Revisi pertama tidak mengubah SK karena sudah sesuai dengan PP 10, sedangkan usulan kedua tidak di-follow-up (ditindaklanjuti)karena disposisi dari Pak Dirjen hanya diketahui saja, surat itu fokusnya ke Direktorat Pengukuran Hutan, bukan ke kami,” ungkap Mashud.
Anggota majelis hakim Alexander Marwata mempertanyakan mengenai perbedaan pendapatnya dengan mantan Menhut Zulkifli Hasan.
“Jadi pemahaman Pak Menteri dengan saudara beda ya?” tanya hakim Alexander Marwata.
“Iya,” jawab Mashud.
Dalam dakwaan, disebutkan juga bahwa Zulkifli memberikan tanda centang terhadap Surat Gubernur Riau yang diajukan pada 14 Agustus 2014 mengenai perubahan luas Kawasan Bukan Hutan di provinsi Riau, peruntukkan kawasan itu antara lain untuk jalan tol, jalan provinsi, kawasan Candi Muara Takus dan perkebunan rakyat miskin seluas 1.700 hektar di kabupateng Rokan Hilir.
Terhadap hal tersebut, Bambang mengakui ia mengetahui hal itu.
“Itu contreng saja jadi tidak perlu ada perubahan scheme,” kata Bambang.
“Apakah ada parameter menteri memberikan centang?” tanya jaksa KPK Kresno Anto Wibowo.
“Tidak itu otoritas menteri, tidak ada aturan,” jawab Bambang.
Tetapi, menurut Bambang, perubahan itu tidak boleh melenceng jauh dari hasil penyusunan tim terpadu.
“Apakah boleh sebelum penetapan, menteri mengubah lagi penilaian tim terpadu?” tanya Jaksa Anto.
“Ya sebenarnya memang bisa, tapi tetap didasarkan pada undang-undang dan peraturan menteri, terus terang kami memang memilik perbedaan penafsiran dengan pak menteri,” jawab Bambang.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby

















