Kepala Biro Humas dan Kerjasama Internasional BPK R. Yudi Ramdan Budiman memberikan klarifikasi atas Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 di Gedung BPK, Jakarta, Rabu (8/7). BPK menyatakan pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta telah sesuai dengan Undang-Undang dan standar yang diatur dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/Rei/ama/15.

Jakarta, Aktual.com – Laporan audit keuangan DKI tahun anggaran 2014 yang dibacakan Anggota V BPK RI, Moermahadi Soerdja Djanegara di Sidang Paripurna di DPRD DKI, Senin (6/7) lalu sepertinya memang membuat Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) gusar.

Namun, bukan kinerja aparaturnya yang membuat Ahok gusar. Dia justru ‘mencak-mencak’ dengan hasil audit BPK yang mengganjar DKI dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

Tak lama pasca laporan audit dibacakan, Ahok malah menunjukkan sikap tidak sepakat dengan BPK. Berbagai pernyataan yang terkesan meremehkan audit BPK diceploskan dia.

Mulai dari mengatakan audit BPK tidak penting, standar audit yang tidak jelas, sampai yang terbaru, hari ini, dia mengatakan BPK tidak punya hak untuk mengatur pembelian tanah Pemprov DKI.

“Sejak kapan BPK ngatur-ngatur kita (Pemprov DKI) beli tanah? Urusan kita mau beli tanah gitu banyak,” kata sang Gubernur, di Balai Kota DKI, Rabu (8/7).

Mendapati tanggapan sengit dari salah satu gubernur di Indonesia yang seperti itu, BPK pun buru-buru buat klarifikasi. Dalam konferensi pers yang digelar pagi tadi, BPK RI tegaskan sistem audit mereka atas laporan keuangan DKI 2014 sudah sesuai standar.

Ada seabrek, atau tepatnya 70 temuan, di laporan keuangan DKI yang dianggap BPK bermasalah. Belum lagi ditambah persoalan tidak tuntasnya penyelesaian temuan masalah di laporan keuangan DKI di tahun 2013. Alhasil, temuan masalah di laporan keuangan DKI semakin bertumpuk.

Seperti yang disampaikan Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Internasional BPK, Yudi Ramdan Budiman, pengecualian atas kewajaran laporan keuangan DKI di 2014 disebabkan permasalahan di 2013 yang belum tuntas ditindaklanjuti oleh Pemprov DKI.

Lalu di 2014, kata dia, muncul lagi permasalahan lain di laporan keuangan DKI. “Di antaranya, pengendalian dan pengamanan aset lainnya senilai Rp3,5 triliun serta pencatatannya,” beber dia kepada wartawan yang memadati ruang media center BPK RI, Gedung Tower BPK, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Rabu (8/7).

Belum lagi permasalahan piutang pajak bumi dan bangunan serta piutang pajak kendaraan bermotor yang tidak dapat ditelusuri rinciannya. “Dan kelemahan sistem pengendalian belanja modal atas 85 paket pekerjaan pengadaan barang,” ucap Yudi.

Artikel ini ditulis oleh: