Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Indonesia, Destry Damayanti saat menyampaikan paparan ekonomi bertema "Ulasan Pasar 2015 dan Prospek Pasar 2016 di Jakarta, Senin (14/3). Menurutnya, inflasi tahunan di bulan Februari mencapai angka 4,4 persen year on year (yoy) atau deflasi sebesar 0,09 persen month to month (mtm). Inflasi ini tidak hanya dipengaruhi oleh volatile food atau makanan, namun juga kesehatan yang menjadi penyumbang inflasi setelah makanan. Aktual.com/Eko S Hilman

Jakarta, Aktual.com – Perekonomian nasional pada 2018 nanti diprediksi memang sudah membaik. Namun demikian, besarnya tekanan dari ekonomi global akan membuat laju ekonomi jadi limbung.

Hal itu akan membuat tekanan kepada dana-dana asing yang ada di dalam negeri bisa keluar dalam jumlah besar atau terjadi capital outflow. Kondisi yang paling memicunya adalah adanya rencana normalisasi kebijakan bidang ekonomi di negara maju.

“Sehingga kondisi tersebut akan memicu capital outflow dalam jumlah besar. Dan akhirnya bisa menghambat tren perbaikan ekonomi nasional yang tengah terjadi,” kata ekonom senior, Destry Damayanti, di Jakarta, Selasa (14/11).

Menurutnya, di tahun depan negara maju akan melakukan normalisasi kebijakan ekonomi dan melakukan langkah menata-ulang neraca keuangannya. Hal itu yang menurutnya akan  sangat mengganggu ekonomi Indonesia di 2018.

“Karena saat ini di negara maju sedang melihat ekonominya mulai membaik, sehingga mereka berbenah di balance sheet mereka,” ucap dia.

Dengan demikian, jelas dia, negara-negara maju akan menarik modal dari emerging market, seperti Indonesia, sehingga terjadi penyusutan likuiditas di pasar global.

“Mereka akan menjual papers yang mereka miliki yang lebih menarik dari emerging market, sehingga terjadi penyusutan likuiditas,” kata dia.

Lebih lanjut Destry mengatakan, saat ini AS tengah menciptakan aturan yang linier dengan kebutuhan warganya.

“Amerika akan menarik dana dari luar agar kembali ke Amerika. Kondisi tersebut yang akan menjadi tantangan berat buat Indonesia, karena banyak dana Amerika di negara kita,” katanya.

Meski begitu, dia mengakui, rencana kenaikan suku bunga Federal Reserve AS pada Desember 2017 dan berlanjut hingga 2018 dinilai tidak terlalu mengganggu stabilitas ekonomi Indonesia.

“Kalau tekanan suku bunga dari luar negeri sih tidak akan terlalu parah di Indonesia dampaknya. Justru kondisi normalisasi itu (di negara maju) yang jadi masalah,” Destry menegaskan.

(Reporter: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka