Surabaya, Aktual.com – Kegiatan sosialisasi Tarif Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) guna peningkatan kelancaran arus barang di pelabuhan Tanjung Perak dan sekitarnya yang dilakukan Otoritas Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, menjadi titik klimaks protes bagi para pengguna jasa alur tersebut.
Pasalnya, para pengguna jasa atau para pengusaha kapal ekspedisi merasa diberatkan berbagai macam pembayaran saat melintas alur laut barat Surabaya.
“Bayangkan, saya punya kapal ukuran 5000 GT. Kalau muat 500 kontainer, sekali jalan saya harus bayar uang rambu, uang alur, uang tambat, uang kapal pandu dan sebagainya. Kalau ditotal bisa 200 juta rupiah lebih pungutan itu,” kata salah satu pengusaha pelayaran yang hadir, Lukman Ladjoni, di gedung Barunawati, Pelindo III Surabaya, Selasa (19/8).
Ladjoni yang juga sebagai penasehat Indonesian National Shipowners Association (INSA), tidak mempermasalahkan jika harus membayar APBS demi pembangunan. Asalkan, uang rambu yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak harus dihapus. Sebab, nominal uang rambu yang besarannya belasan juta rupiah, juga tidak diatur oleh undang-undang. Apalagi, uang rambu dibayar ke Pelindo, bukan kepada pemerintah.
Masih kata Ladjoni, biaya logistik di laut yang tinggi justru disebabkan biaya komponen pelabuhan yang tinggi. Oleh sebab itu, para pengguna jasa meminta agar uang pembayaran di laut harus sesuai dengan undang – undang pemerintah No. 17 tahun 2008, PP no 61 tahun 2009 dan PM 63 tahun 2010, yang menyebutkan bahwa Otoritas Pelabuhan wajib menyediakan dan mememelihara alur pelayaran.
“APBS itu kan seperti jalan tol bebas hambatan. Kalau lewat, ya cukup bayar tol nya saja, nggak usah bayar rambu-rambu. Kalau sampai penyesuaian APBS digedok, maka seluruh anggota INSA, kompak tidak akan bayar uang rambu ke Pelindo,” tegasnya.
Seperti diketahui, dalam PP no 61 thn 2009 dan Perhub No 63 tahun 2010, bahwa alur pelayaran dan keselamatan dan alur pemanduaan serta penyedia dan perawatan adalah tangung jawab pemerintah melalui Otoritas Pelabuhan. Namun karena pemeliharaan pendalaman alur di wilayah Surabaya, negara tidak memiliki anggaran, maka diserahkan ke Pelindo dengan konsesi 25 tahun yang baru berjalan sejak tiga tahun lalu.
Sementara uang rambu adalah uang yang dibebankan kepada pengguna jasa untuk membayar keberadaan rambu-rambu di laut. Namun, munculnya APBS ternyata tidak menghilangkan uang rambu.
Laporan Ahmad H. Budiawan
Artikel ini ditulis oleh: